![]() |
Deretan kios baru di Pasar Rakyat Jepon masih belum digunakan oleh pedagang pasalnya retribusi sewa naik beberapa kali lipat. (foto: tio-infoblora) |
Para pedagang
beranggapan penerapan 3 perda tersebut sangat memberatkan mereka. Ketua
Paguyuban Pasar Rakyat Jepon Abdul Hakim mengatakan, ketiga perda yang dinilai
memberatkan tersebut adalah Perda No 7/2010 tentang Retribusi Pelayanan Pasar,
Perda No 8/2010 tentang Retribusi Pasar Grosir/Pertokoan dan Perda No 3/2013
tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
“Kami semua
merasa keberatan dengan akan dikenakanannya retribusi kepada kami. Naiknya
tidak sedikit, tetapi beberapa kali lipat,” ujarnya.
Menurutnya
dengan pemberlakukan perda no 7 tahun 2010, maka pedagang saat ini harus
membayar retribusi cukup tinggi dan mengalami kenaikan hampir 100 persen. Saat
ini retribusi setiap harinya Rp 1.000 dan berdasarkan perda terbaru maka harus
membayar Rp 1.750.
Saat itu,
perda tahun 2010 memang baru dilaksanakan pada 2013 karena saat itu sejumlah
pedagang keberatan dan menyampaikan keberatan kepada Bupati Blora yang saat itu
masih dijabat Djoko Nugroho, setelah satu bulan disahkan.
“Atas
kebijakaan Bupati maka diberlakukan bertahap dan sejak 2013 besarnya retribusi
pedagang yang ada di pasar Rp 1.000,” jelasnya.
Namun untuk
kali ini, pihak pedagang belum pernah diajak berembuk terkait Perda No 3/2013
tentang Restribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. Sebab, dengan penerapan perda
tersebut maka pedagang harus membayar retrubusi dua kali yakni sewa kios sebesar
Rp 15 ribu per meter tiap hari dan sewa los Rp 5 ribu tiap hari.
Jika dihitung
untuk sewa kios para pedagang harus membayar Rp 450 ribu per meter setiap bulannya,
setahun mencapai Rp 5,4 juta. Sementara sewa los dalam sebulan Rp 150 ribu atau
Rp 1,8 juta setahun.
“Sehingga
penerapan Perda No 3/2013 dan Perda No 8/2010 tidak sesuai dengan kemampuan
kami sebagai masyarakat yang akan menempati los atau kios baru di Pasar Jepon. Kalau
dipaksakan dijamin pedagang tidak akan membayar retribusi atau sewa,”
tandasnya.
Dirinya
berharap agar Pj Bupati Blora mempertimbangkan dan meninjau kembali atas tarif
pengenaan retribusi yang dikenakan, berdasarkan kemampuan pedagang. Dia
menyadari kalau tahun ini target pendapatan dari retribusi pasar naik dari Rp 3
miliar menjadi Rp 8 miliar. Namun jangan malah membebani dan membertakan
pedagang yang ada.
Saat
dikonfirmasi, Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasai dan Usaha Mikro
Kecil Menengah (Disperindagkop dan UMKM) Blora Maskur mengakui belum mendengar
hal itu. Namun soal perda jelas itu kewenangan DPRD untuk merevisinya dan
tentunya akan dilakukan komunikasi dengan pedagang. “Nanti akan
dikomunikasikan,” terangnya.
Sebelumnya,
Pj Bupati Blora Ihwan Sudrajat pernah menegaskan bahwa jika dibandingkan degan
Kabupaten lainnya, tarif retribusi pasar di Blora tergolong paling rendah. Ia berkeinginan
untuk menaikkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dari sektor Pasar Tradisional dengan menaikkan retribusi pasar.
(tio-infoblora)
0 komentar:
Posting Komentar