Home » , » Pedagang Menjerit : Setelah Dibangun, Retribusi Kios Pasar Jepon Kini Naik Tajam

Pedagang Menjerit : Setelah Dibangun, Retribusi Kios Pasar Jepon Kini Naik Tajam

infoblora.id on 11 Jan 2016 | 00.58

Deretan kios baru di Pasar Rakyat Jepon masih belum digunakan oleh pedagang pasalnya retribusi sewa naik beberapa kali lipat. (foto: tio-infoblora)
BLORA. Setelah Pasar Rakyat Jepon diresmikan penggunaannya oleh Pj.Bupati Blora Ihwan Sudrajat, nampaknya masih ada kendala yang dihadapi para pedagang untuk bisa segera menempati kios dan los pasar.Pasalnya kini pedagang Pasar Rakyat Jepon sedang menjerit, mereka merasa keberatan atas diberlakukannya tiga peraturan daerah (Perda) tentang pasar sekaligus, yang berbuntut pada kenaikan retribusi sewa kios.

Para pedagang beranggapan penerapan 3 perda tersebut sangat memberatkan mereka. Ketua Paguyuban Pasar Rakyat Jepon Abdul Hakim mengatakan, ketiga perda yang dinilai memberatkan tersebut adalah Perda No 7/2010 tentang Retribusi Pelayanan Pasar, Perda No 8/2010 tentang Retribusi Pasar Grosir/Pertokoan dan Perda No 3/2013 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.

“Kami semua merasa keberatan dengan akan dikenakanannya retribusi kepada kami. Naiknya tidak sedikit, tetapi beberapa kali lipat,” ujarnya.

Menurutnya dengan pemberlakukan perda no 7 tahun 2010, maka pedagang saat ini harus membayar retribusi cukup tinggi dan mengalami kenaikan hampir 100 persen. Saat ini retribusi setiap harinya Rp 1.000 dan berdasarkan perda terbaru maka harus membayar Rp 1.750.

Saat itu, perda tahun 2010 memang baru dilaksanakan pada 2013 karena saat itu sejumlah pedagang keberatan dan menyampaikan keberatan kepada Bupati Blora yang saat itu masih dijabat Djoko Nugroho, setelah satu bulan disahkan.

“Atas kebijakaan Bupati maka diberlakukan bertahap dan sejak 2013 besarnya retribusi pedagang yang ada di pasar Rp 1.000,” jelasnya.

Namun untuk kali ini, pihak pedagang belum pernah diajak berembuk terkait Perda No 3/2013 tentang Restribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. Sebab, dengan penerapan perda tersebut maka pedagang harus membayar retrubusi dua kali yakni sewa kios sebesar Rp 15 ribu per meter tiap hari dan sewa los Rp 5 ribu tiap hari.

Jika dihitung untuk sewa kios para pedagang harus membayar Rp 450 ribu per meter setiap bulannya, setahun mencapai Rp 5,4 juta. Sementara sewa los dalam sebulan Rp 150 ribu atau Rp 1,8 juta setahun.

“Sehingga penerapan Perda No 3/2013 dan Perda No 8/2010 tidak sesuai dengan kemampuan kami sebagai masyarakat yang akan menempati los atau kios baru di Pasar Jepon. Kalau dipaksakan dijamin pedagang tidak akan membayar retribusi atau sewa,” tandasnya.

Dirinya berharap agar Pj Bupati Blora mempertimbangkan dan meninjau kembali atas tarif pengenaan retribusi yang dikenakan, berdasarkan kemampuan pedagang. Dia menyadari kalau tahun ini target pendapatan dari retribusi pasar naik dari Rp 3 miliar menjadi Rp 8 miliar. Namun jangan malah membebani dan membertakan pedagang yang ada.

Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasai dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Disperindagkop dan UMKM) Blora Maskur mengakui belum mendengar hal itu. Namun soal perda jelas itu kewenangan DPRD untuk merevisinya dan tentunya akan dilakukan komunikasi dengan pedagang. “Nanti akan dikomunikasikan,” terangnya.

Sebelumnya, Pj Bupati Blora Ihwan Sudrajat pernah menegaskan bahwa jika dibandingkan degan Kabupaten lainnya, tarif retribusi pasar di Blora tergolong paling rendah. Ia berkeinginan untuk menaikkan Pendapatan Asli Daerah  (PAD) dari sektor Pasar Tradisional dengan menaikkan retribusi pasar. (tio-infoblora)
Share this article :

0 komentar:


 
Copyright © 2013. infoblora.id - All Rights Reserved