 |
| Gedung RSUD dr.R.Soetijono Blora yang megah tak diimbangi dengan pelayanan yang memuaskan. |
Bahkan, pernyataan yang dikeluarkan oleh manajemen RSUD dr R. Soetijono terkesan tidak merasa bersalah. Selain itu, manajemen di rumah sakit milik pemkab itu tidak ada itikad baik untuk membuat kebijakan yang lebih memudahkan pasien.
”Kalau misal obatnya tidak ada, itu karena memang dari pabriknya
tidak ada. Bagaimana kami harus membuat kebijakannya,” kata Direktur
RSUD dr R. Soetijono, Nugroho, kemarin.
Menurut Nugroho, jenis obat yang disebutkan memang tidak tersedia di apotek rumah sakit yang dipimpinnya itu. Namun, ia juga enggan menjelaskan mengapa apotek di rumah sakit tidak menyediakan obat untuk pasien BPJS. Nugroho seolah tidak merasa bersalah dengan kejadian tersebut. Sehingga, tak ada niat untuk memperbaiki layanan di rumah sakitnya.
Sementara itu, Kepala Bidan Pelayanan RSUD Fatkhurrohim juga tidak mau memberikan penjelasan secara rinci. Bahkan, dirinya juga hanya menyerahkan mencari tahu mengenai ketersediaan obat langsung ke apoteker yang bertukar. Ia beralasan sedang berkonsentrasi untuk mengurusi anaknya yang sedang sakit di Yogyakarta.
”Saya berada di Yogyakarta mengurusi anak yang sakit. Coba saja, tanya ke apotekernya langsung,” ujarnya.
Diketahui, pelayanan BPJS Cabang Blora dan RSUD dr R.Soetijono Blora mendapat keluhkan dari peserta program pemerintah itu. Salah satu pengguna layanan BPJS di RSUD dr R.Soetijono Blora, Susanto Raharjo alias Tik Sun memprotes dua lembaga milik pemerintah itu karena dinilai tidak profesional. Sebab, obat yang dibutuhkan pasien ternyata tidak ada di apotek rumah sakit tersebut. Padahal, pasien membawa resep dokter dari BPJS.
Menurut Tik Sun, pada 19 Agustus lalu, dia dan istrinya mencoba menggunakan fasilitas dari BPJS. Dia dilayani oleh dokter yang menjadi mitra BPJS. Semua pemeriksaan tidak dipungut biaya. Namun, persoalan muncul ketika hendak mengambil obat di aptotek RSUD dr R.Soetijono.
”Saya ambil obat pada 20 Agustus. Saat itu, dari beberapa jenis obat yang diresepkan dokter, ada dua jenis yang tidak tersedia di apotek. Waktu itu, saya masih berbaik sangka, mungkin pas stoknya habis. Tapi, saya tunggu 10 hari lebih dan datang ke apotek rumah sakit, obatnya tetap belum ada,” terang Tik Sun.
Ia menyebut, jika pelayanan BPJS masih belum maksimal, dan menyengsarakan pasien. Sebab, obat yang diresepkan dokter tidak didapat di apotek RSUD.
”Kalau seperti itu, jelas merugikan pasien. Bahkan, bisa digugat melakukan penipuan. Wong didaftar obat ada, kok di apotek tidak ada, dan tidak ada upaya pengadaan,” ujar Tik Sun saat diminta komentarnya lagi. (Aries-Murianews | Jo-infoblora)
Menurut Nugroho, jenis obat yang disebutkan memang tidak tersedia di apotek rumah sakit yang dipimpinnya itu. Namun, ia juga enggan menjelaskan mengapa apotek di rumah sakit tidak menyediakan obat untuk pasien BPJS. Nugroho seolah tidak merasa bersalah dengan kejadian tersebut. Sehingga, tak ada niat untuk memperbaiki layanan di rumah sakitnya.
Sementara itu, Kepala Bidan Pelayanan RSUD Fatkhurrohim juga tidak mau memberikan penjelasan secara rinci. Bahkan, dirinya juga hanya menyerahkan mencari tahu mengenai ketersediaan obat langsung ke apoteker yang bertukar. Ia beralasan sedang berkonsentrasi untuk mengurusi anaknya yang sedang sakit di Yogyakarta.
”Saya berada di Yogyakarta mengurusi anak yang sakit. Coba saja, tanya ke apotekernya langsung,” ujarnya.
Diketahui, pelayanan BPJS Cabang Blora dan RSUD dr R.Soetijono Blora mendapat keluhkan dari peserta program pemerintah itu. Salah satu pengguna layanan BPJS di RSUD dr R.Soetijono Blora, Susanto Raharjo alias Tik Sun memprotes dua lembaga milik pemerintah itu karena dinilai tidak profesional. Sebab, obat yang dibutuhkan pasien ternyata tidak ada di apotek rumah sakit tersebut. Padahal, pasien membawa resep dokter dari BPJS.
Menurut Tik Sun, pada 19 Agustus lalu, dia dan istrinya mencoba menggunakan fasilitas dari BPJS. Dia dilayani oleh dokter yang menjadi mitra BPJS. Semua pemeriksaan tidak dipungut biaya. Namun, persoalan muncul ketika hendak mengambil obat di aptotek RSUD dr R.Soetijono.
”Saya ambil obat pada 20 Agustus. Saat itu, dari beberapa jenis obat yang diresepkan dokter, ada dua jenis yang tidak tersedia di apotek. Waktu itu, saya masih berbaik sangka, mungkin pas stoknya habis. Tapi, saya tunggu 10 hari lebih dan datang ke apotek rumah sakit, obatnya tetap belum ada,” terang Tik Sun.
Ia menyebut, jika pelayanan BPJS masih belum maksimal, dan menyengsarakan pasien. Sebab, obat yang diresepkan dokter tidak didapat di apotek RSUD.
”Kalau seperti itu, jelas merugikan pasien. Bahkan, bisa digugat melakukan penipuan. Wong didaftar obat ada, kok di apotek tidak ada, dan tidak ada upaya pengadaan,” ujar Tik Sun saat diminta komentarnya lagi. (Aries-Murianews | Jo-infoblora)
1 komentar:
sbenarnya saya sudah merasakan hal ini sejak lama pada tahun 2010, saya pernah berobat ke klinik rsud dr setiono blora, kecurigaan saya muncul setelah saya diperiksa saya diarahkan untuk menebus obat ke apotik permata yang terletak di depan rsud dan bukan di apotik rsud itu sendiri., ketika saya cari info apotek permata itu adalah milik koperasi rsud, nah disini saya menyimpulkan bahwa ada upaya pengalihan pasien dengan cara pelayanan yang terkesan kurang baik dari apotek rsud supaya beralih ke apotek permata dengan salah satu cara yaitu dengan tidak tersedianya obat atau pengarahan pasien dalam menebus obat, dengan menebus obat ke apotek permata maka keuntungan tidak akan masuk daerah tapi masuk ke anggota koperassi rsud, hal ini juga terjadi dalam layanan rumah sakit yang ternyata rsu permata adalah milik koperasi karyawan rsud blora, pelayanan yang kurang baik di rsud akan membuat orang beralih ke rsu permata.
Posting Komentar