Sebelumnya
saya atas nama pribadi mohon maaf jika surat ini mengganggu kenyamanan
Bapak dan menyita waktu untuk membaca suara hati rakyatmu ini. Saya
hanya ingin menyampaikan keluh kesah rakyatmu tentang berbagai masalah
negeri ini. Keluh kesah kami warga Blora, Jawa Tengah yang katanya
sebagai daerah penghasil minyak mentah sekitar 170.000 barel per
harinya. Para petinggi negeri ini menyebutnya sebagai Blok Cepu.
Bapak Calon Presiden yang Terhormat
Kepemimpinan yang hebat adalah yang mau mendengarkan suara rakyat.
Kami hanya ingin hidup nyaman di rumah kami, di negeri kami ini, yang katanya kaya akan sumber daya alamnya, Gemah Ripah Loh Jinawi.
Tapi, kenapa sampai saat ini kami belum merasakan akan keadilan untuk
kesejahteraan kami terutama warga Blora? Tiap hari kekayaan alam kami
dikeruk dan dieksploitasi yang katanya untuk memenuhi kebutuhan minyak
di negeri ini. Digali dari pagi sampai terbenamnya matahari untuk
mengeksploitasi anugerah Tuhan berupa sumber minyak yang melimpah di
wilayah kami. Namun, para petinggi negeri ini seakan tak melihat dan
merasakan ketidakadilan yang terjadi. Kecemburuan dan ketidakadilan
menjadi polemik yang sampai saat ini tak kunjung teratasi.
Bapak Calon Presiden yang Kami Banggakan
Kepemimpinan
yang ideal adalah yang tak hanya pandai beretorika, tapi juga mampu
bekerja dan memberi bukti nyata pada rakyatnya.
Ketidakadilan
yang terjadi pada kami sebagai warga Blora adalah mengenai aturan
pembagian DBH (Dana Bagi Hasil) Migas. Para petinggi negeri ini telah
mengatur pembagian itu berdasar pada faktor mulut sumur yang tertuang
dalam UU No.33/2004 yang jelas-jelas sangat merugikan Blora. Sebab,
pengeboran migas Blok Cepu berlangsung di Bojonegoro karena sumur maupun
cadangannya lebih besar. Padahal, kenyataannya cadangan migas juga
membentang sampai wilayah Blora. Jika dipikir dengan logika, bisa saja
migas yang berada di dua kabupaten di dua provinsi berbeda disedot dari
sumur dengan kapasitas produksi yang besar di satu lokasi.
Sebenarnya,
permasalahan ini muncul dan menghangat sejak tahun 2008. Kecemburuan
sosial dan ekonomi terjadi karena DBH dibagikan untuk dua kabupaten
yakni Bojonegoro dan Tuban, sedangkan kabupaten Blora tidak mendapat DBH
tersebut. Apakah kabupaten kami tidak dianggap lagi sebagai salah satu
wilayah negeri ini? Apakah dikira wilayah kami tak merasakan dampak
negatif atas eksploitasi yang telah mereka lakukan? Lihatlah jalan-jalan
yang ada di wilayah kami hancur, bagaikan aliran sungai saat musim
hujan tiba. Lubang-lubang terjal menghiasi jalanan kami. Jika Bapak
berkenan menyempatkan waktu untuk berkunjung ke Blora, Bapak akan
melihat bagaimana kondisi kota kami.
Pembangunan sarana transportasi berupa jalan raya (cor block)
di kabupaten tetangga kami dibangun dengan panjang puluhan kilometer
dan tentunya berdanakan milyaran rupiah. Hal tersebut tentunya tak lepas
dari alokasi DBH. Lalu bagaimana dengan wilayah kami? Kami seakan hanya
menjadi penonton saja, dengan jalan yang sudah banyak rusak karena
aktivitas kendaraan berat. Pemerintah kabupaten kami tidak bisa maksimal
dalam melaksanakan otonomi daerah. Pemerintah kami tak sanggup
memperbaiki jalan-jalan yang rusak akibat aktivitas alat berat yang
setiap hari lalu-lalang untuk kegiatan tambang minyak dan lain-lain.
Namun, kemungkinan hal itu dapat terwujud apabila Blora juga mendapatkan
DBH dari Blok Cepu, meskipun dengan porsi yang berbeda dengan dua
kabupaten tetangga kami. Memang, kalau adil itu tidak harus sama, tapi
bukan berarti yang dua dapat dan yang satunya tidak sama sekali. Wilayah
kami seakan menjadi sumber kekayaan, tapi diabaikan kesejahteraan
penghuninya. Apakah kami tak berhak ikut merasakan bagaimana nikmatnya
kekayaan kami sendiri? Apakah kami hanya mendapatkan dampak berupa
rusaknya jalan-jalan di wilayah kami saja? Bukankah telah diamanatkan
dalam pasal 33 UUD Tahun 1945,bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”?
Bapak Calon Presiden yang Kami Impikan
Kepemimpinan
yang kami rindukan adalah yang memberikan kesejahteraan pada setiap
daerah dan merasa diayomi sebagai suatu kesatuan negeri ini.
Kami
tidak ingin muluk-muluk berharap, tapi kami hanya ingin keadilan
berpihak pada kami yang selama bertahun-tahun daerah kami dikeruk
kekayaannya, tapi tak ada manfaatnya bagi kami. Kami harap jika Bapak
terpilih menjadi presiden negeri ini kelak, sudilah kiranya Bapak
menyempatkan waktunya untuk memikirkan masalah rakyatmu yang ada di
Blora ini. Keadilan dapat ditegakkan dan kesejahteraan wilayah kami
dapat diperhatikan. Pasti Bapak juga akan ikut bahagia melihat rakyat
Bapak bisa tersenyum lepas dengan kesejahteraan yang didapatkan.
Anak-anak dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan dengan tenang dan
maksimal. Para investor yang akan datang ke wilayah kami menjadi
bersemangat karena pembangunan infrastruktur yang dikelola dan
dijalankan dengan baik.
Bapak Calon Presiden Yang Terhormat
Sudilah
kiranya Bapak membaca surat ini. Kami rakyat kecil tidak menuntut
banyak dari Bapak. Kami hanya butuh keadilan dan dijauhkan dari
diskriminasi. Kami mohon agar Bapak menepati janji-janji Bapak saat
kampanye. Sejatinya jiwa kepemimpinan sejati akan terlihat, saat suara
rakyat dapat dipenuhi. Bukan janji ataupun retorika belaka, yang selama
ini kami terima.
Terima kasih dan semoga harapan kami
rakyat Blora dapat Bapak jadikan bahan renungan. Sekian surat dari saya,
mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan.
Oleh : Yanuri Natalia Sunata, warga Desa Gayam Rt.02/02 Kecamatan Bogorejo, Blora
Email : uthux_uns@yahoo.com, Fb : https://www.facebook.com/yanuri.sunata?fref=ufi
Email : uthux_uns@yahoo.com, Fb : https://www.facebook.com/yanuri.sunata?fref=ufi
0 komentar:
Posting Komentar