Setyo Edy, Kepala Dinas ESDM Blora |
”Kami memang meminta proyek pengembangan energi mandiri ditunda
tahun depan. Karena, waktunya yang mepet,” kata Kepala Dinas ESDM Setyo
Edy, kemarin.
Dirinya menyatakan, proyek tersebut semula untuk membangun jaringan energi mandiri pedesaan. Lokasinya berada di lima desa yang ada di empat kecamatan. Proyek tersebut akan membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) komunal, dan jaringan biogas.
Selain bersumber dari DAK APBN, proyek itu juga didanai dana pendamping dari APBD kabupaten. ”Kami khawatir, waktu yang ada tidak cukup untuk membangun jaringan fisiknya. Sehingga, sampai Desember 2014 nanti, tidak bisa tuntas 100 persen. Jadi, kami minta ditunda dulu,” jelasnya.
Sampai bulan Juni ini saja pembangunan belum bisa berjalan, karena dana dari ABPD 2014 belum bida dicairkan. Sampai saat ini APBD Kabupaten belum disahkan dan masih tahap evaluasi gubernur.
Sisa waktu yang ada, lanjutnya, akan digunakan untuk survei dan pembuatan detail enginering design (DED). Dengan pertimbangan tersebut, Dinas ESDM meminta agar DAK bisa diluncurkan lagi pada tahun depan. Namun, ada konsekuensi negatif yang bakal diterima, yakni dengan menolak DAK, daerah dianggap sudah mampu membiayai kegiatannya, atau dianggap tidak mampu melaksanakan program yang diberikan pusat.
Dengan batalnya proyek itu, maka warga di lima desa di Kecamatan Kradenan, Bogorejo, Jepon, dan Jiken yang seharusnya bisa menikmati listrik menjadi gigit jari. Sedianya, pembangunan PLTS komunal dianggarkan Rp 1,9 miliar, dan untuk pembangunan instalasi biogas Rp 845 juta. Dari dua kegiatan itu, diharapkan menciptakan energi alternatif yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan warga, tanpa harus menggunakan energi yang bersumber dari minyak bumi dan gas.
”Untuk PLTS, rencananya akan ditempatkan di Desa Nglebak, Kecamatan Kradenan. Yakni, di Dukuh Nglebak dan Kudu. Dulu, desa ini sudah mendapat bantuan PLTS, hanya saja daya listriknya masih kurang untuk memenuhi kebutuhan listrik warga,” jelasnya.
Diketahui, pada 2012 lalu, sudah dibangun PLTS yang mengaliri listrik untuk 100 kepala keluarga (KK) di Dukuh Nglebak, dan 150 KK di Dukuh Kudu. Sedangkan di wilayah lain, digunakan biogas. Sebab, di Kecamatan Bogorejo, Jepon, dan Jiken banyak warga yang memelihara ternak sapi. Kotoran sapi bisa diolah menjadi biogas, yang bisa digunakan untuk penerangan listrik, atau pengganti gas untuk kompor gas. (rs-infoblora | Aries-murianews.com)
Dirinya menyatakan, proyek tersebut semula untuk membangun jaringan energi mandiri pedesaan. Lokasinya berada di lima desa yang ada di empat kecamatan. Proyek tersebut akan membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) komunal, dan jaringan biogas.
Selain bersumber dari DAK APBN, proyek itu juga didanai dana pendamping dari APBD kabupaten. ”Kami khawatir, waktu yang ada tidak cukup untuk membangun jaringan fisiknya. Sehingga, sampai Desember 2014 nanti, tidak bisa tuntas 100 persen. Jadi, kami minta ditunda dulu,” jelasnya.
Sampai bulan Juni ini saja pembangunan belum bisa berjalan, karena dana dari ABPD 2014 belum bida dicairkan. Sampai saat ini APBD Kabupaten belum disahkan dan masih tahap evaluasi gubernur.
Sisa waktu yang ada, lanjutnya, akan digunakan untuk survei dan pembuatan detail enginering design (DED). Dengan pertimbangan tersebut, Dinas ESDM meminta agar DAK bisa diluncurkan lagi pada tahun depan. Namun, ada konsekuensi negatif yang bakal diterima, yakni dengan menolak DAK, daerah dianggap sudah mampu membiayai kegiatannya, atau dianggap tidak mampu melaksanakan program yang diberikan pusat.
Dengan batalnya proyek itu, maka warga di lima desa di Kecamatan Kradenan, Bogorejo, Jepon, dan Jiken yang seharusnya bisa menikmati listrik menjadi gigit jari. Sedianya, pembangunan PLTS komunal dianggarkan Rp 1,9 miliar, dan untuk pembangunan instalasi biogas Rp 845 juta. Dari dua kegiatan itu, diharapkan menciptakan energi alternatif yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan warga, tanpa harus menggunakan energi yang bersumber dari minyak bumi dan gas.
”Untuk PLTS, rencananya akan ditempatkan di Desa Nglebak, Kecamatan Kradenan. Yakni, di Dukuh Nglebak dan Kudu. Dulu, desa ini sudah mendapat bantuan PLTS, hanya saja daya listriknya masih kurang untuk memenuhi kebutuhan listrik warga,” jelasnya.
Diketahui, pada 2012 lalu, sudah dibangun PLTS yang mengaliri listrik untuk 100 kepala keluarga (KK) di Dukuh Nglebak, dan 150 KK di Dukuh Kudu. Sedangkan di wilayah lain, digunakan biogas. Sebab, di Kecamatan Bogorejo, Jepon, dan Jiken banyak warga yang memelihara ternak sapi. Kotoran sapi bisa diolah menjadi biogas, yang bisa digunakan untuk penerangan listrik, atau pengganti gas untuk kompor gas. (rs-infoblora | Aries-murianews.com)
0 komentar:
Posting Komentar