![]() |
CPP Gas Blok Gundih yang dikelola Pertamina PPGJ di Desa Sumber Kecamatan Kradenan Blora yang sebentar lagi akan mulai produksi gas on stream. (rs-infoblora) |
Sebab dengan berproduksinya Gas Gundih, maka saat itu pula pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) gas akan dimulai penghitungan. Dengan begitu pendapatan dari DBH dapat menyokong pembangunan di daerah, khususnya Kabupaten Blora.
"Tahun
pertama dapat DBH gas seluruhnya untuk Kecamatan Kradenan. Semua jalan
akan dibangun," kata Bupati Blora, Djoko Nugroho dikonfirmasi ihwal
rencana jika memperoleh DBH Gas Gundih.
Sesuai aturan yang
ditetapkan pemerintah pusat, sebagai daerah penghasil, Blora akan memperoleh
bagian 12 persen. Jumlah bagian daerah penghasil itu diatur dalam
Undang-undang (UU) Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU
Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dengan Pemerintah Daerah, serta PP Nomor 55 tahun 2005 tentang
Dana Pembangunan menjadi panduan dalam pembagiannya.
Perbandingan
prosentasenya 70 : 30, sebanyak 70 persen untuk Pemerintah Pusat, dan 30
persen untuk Pemerintah Daerah. Sebagai daerah penghasil, maka dari
prosentase 30 persen itu dibagi lagi dengan pembagian Kabupaten Blora
sebagai kabupaten penghasil sebanyak 12 persen, seluruh kabupaten non
penghasil di dalam satu provinsi tersebut 12 persen, dan provinsi
sebesar 6 persen.
“Dengan DBH yang kita terima akan memudahkan
dalam melakukan pembangunan di segala bidang yang menjadii prioritas
sesuai skenario dalam RPJMD,” tegas Bupati yang juga mantan Dandim Rembang itu.
Sekalipun
PPGJ merupakan proyek nasional, namun Pertamina EP tak akan
meninggalkan warga sekitar. Bupati Blora pun mengapresiasi agar industri
gas segera memberi konstribusi ke pendapatan daerah. Meski demikian,
diharapkan PT Pertamina EP mengedepankan tenaga kerja lokal. Hal itu
merupakan nilai tambah kegiatan operasi perusahaan terhadap masyarakat.
Seperti
dalam proses pembangunan Central Prossesing Plant (CPP) Gundih,
proporsi tenaga kerja lokal yang dilibatkan sekitar 30 persen, untuk
klasifikasi pekerjaan yang membutuhkan keahlian (skilled). Sedangkan
untuk tenaga non keahlian (unskilled) 100 persen dari tenaga kerja
lokal.
"Dalam proses pembangunan tersebut dipekerjakan sekitar
1.700 orang, dan 65 persen diantaranya adalah penduduk lokal," kata
Government Assistant Manager PT Pertamina Eksplorasi dan
Produksi (EP) Asset 4, Yuliani.
Sedangkan untuk Operasional dan
Perawatan (Operational Maintenance/OM) CPP Blok Gundih,
nantinya akan dilaksanakan oleh PT Titis Sampurna. Dari pekerjaan ini
tenaga kerja lokal yang terserap sebanyak 131 orang. Sebanyak 16 persen
tenaga kerja yang direkrut berasal dari kalangan pemilik lahan, non
pemilik lahan sebanyak 37 persen, dan kalangan umum dari masyarakat
Cepu, Blora, dan sekitarnya sebanyak 47 persen.
"Sehingga dapat
dikatakan bahwa tenaga kerja operator terampil ini ke depan merupakan
tenaga kerja yang 100 persen berasal dari Kabupaten Blora," terang
Yuliani.
CPP Gundih bisa dikatakan central produksi gas terbesar
se Asia Tenggara, karena memiliki kompleksitas yang tinggi. CPP ini
juga merupakan proyek pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi
Bio Sulfur Recovery Unit (BSRU), dan Coustic Treatment Unit (CTU) yang
dalam produksinya ramah lingkungan.
Sebagaimana proyek migas
lainnya, tentunya mempunyai resiko tinggi dalam pengoperasiannya. Namun
hal itu sudah diminimalisasi oleh Pertamina EP dengan menggunakan
peralatan dan teknisi operator yang mumpuni dibidangnya. Meski demikian,
bilamana terjadi suatu kondisi darurat, maka perusahaan sudah
memberikan pelatihan dan Simulasi Emergency Response Plan (ERP) bagi
masyarakat sekitar agar tidak panik ketika terjadi kondisi darurat
nantinya selama proses produksi gas.
Seperti disampaikan Rio
Satriawan, dari Tim Health, Safety, End Emergency (HSE) Pertamina EP
dalam sosialisasi rencana pemboran sumur RBT II beberapa waktu lalu,
bahaya gas terutama H2S yang sangat tinggi bisa berbahaya. Hal itu bisa
diantisipasi dengan prosedur-prosedur penanganan kebocoran gas.
"Ketika
ada laporan adanya warga terdampak yang terkena atau menghirup H2S,
kita ada tim yang langsung melakukan cek lokasi," katanya.
Kalau
tingkat kebocoran gas itu sudah dalam kondisi darurat, kata Rio maka
akan dilakukan koordinasi dengan kepala desa setempat untuk mengumpulkan
warga di balai desa sambil menunggu langkah lanjutan.
Menurut
Rio, Pertamina EP dalam menjalankan operasinya, meski produksi gas itu
punya resiko tinggi, namun Pertamina selalu berpanduan pada kegiatan
operasinya dengan memperhatikan aspek lingkungan. Dan itu sudah
disebutkan dalam pengajuan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
"Kalau warga sekitar terkena dampak, tentu akan ada kompensasinya sejauhmana itu dampak yang ditimbulkan," ujarnya.
Ditambahkan
Rio, selama proses produksi berlangsung tidak menutup kemungkinan ada
insiden yang memiliki pengaruh negatif kepada warga sekitar. "Kita
selalu terbuka. Bilamana ada laporan dari warga langsung akan
diterjunkan tim ke lapangan," ungkapnya.
Terkait program City Gas, Kepala
Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Blora, Setyo Edy mengatakan,
saat ini masih menunggu turunnya ijin resmi untuk pemasangan pipa jargas
tersebut. Sedangkan pemasangan komponen jaringan gas di pemukiman warga
sudah selesai dilakukan kontraktor. "Ada dua bagian pipa yang belum
selesai terpasang. Yaitu pipa yang melintasi rel kereta api dan jaringan
pipa gas di area CPP," katanya.
Edy menjelaskan, pembangunan
pipa di dua lokasi tersebut belum selesai karena belum mendapatkan izin
dari pihat terkait. "Agar segera mengeluarkan ijin penanaman pipa carbon
stell di area CPP dan crossing rel kereta api untuk keperluan jargas.
Sebagaimana permohonan ijinnya yang telah dilayangkan oleh Dirjend Migas
pada bulan September 2013 lalu," katanya.
Untuk pipa yang
melintasi rel harus ada izin dari Kementerian Pehubungan dalam hal ini
Dirjen Perkereta Apian, Sedangkan jaringan pipa di sekitar CPP harus
mendapat izin dari Pemerintah Pusat.
Sebagaimana diketahui saat
kondisi Gas On Stream, maka gas akan dialirkan ke PLN Tambaklorok,
Semarang sesuai kesepakatan kerjasama jual beli gasnya. Sementara
sebagian gas akan dialirkan untuk program City Gas bagi 7 (tujuh) desa
di Kecamatan Kradenan, Kedungtuban, dan Kecamatan Cepu.
Sementara
kuoata sebanyak 4000 KK warga yang berdomisili di Desa Sumber,
Mojorembun Kecamatan Kradenan, Desa Wado, Desa Pulo, Desa Kemantren dan
Desa Tanjung Kecamatan Kedungtuban serta Desa Kapuan di Kecamatan Cepu
menjadi sasaran lokasi City Gas.
Sebagai desa tempat berdirinya
pabrik gas atau Central Processing Plan (CPP), Desa Sumber, Kecamatan
Kradenan, Kabupaten Blora berharap mendapat prioritas dalam pengucuran
program Corporate Social Responsibility (CSR) dari Pertamina EP. PPGJ di
Area Blok Gundih. terlebih jika nanti sudah produksi atau gas on stream
terlaksana CSR harus lebih ditingkatkan.
Hal itu seperti
disampaikan Kepala Desa Sumber, Zaki Bachroni. Dia menilai hal itu wajar
dikarenakan desanya terkena dampak langsung akibat operasi produksi gas
sumber tersebut.
"Kami berharap kehadiran pabrik gas ini
mempunyai imbas positif bagi desa sumber. CSR untuk desa sumber harus
lebih diutamakan karena sebagai desa yang ditempati pabrik gas,"
katanya.
Keinginan agar Gas Gundih segera produksi sudah lama
dinantikan pemkab dan elemen masyarakat Blora. Sebab selama ini
kabupaten yang berbatasan dengan Bojonegoro, Jawa Timur ini tak
sepeserpun menerima DBH Migas Blok Cepu yang sudah produksi, hanya
karena beda provinsi. (rs-infoblora | ali-suarabanyuurip)
0 komentar:
Posting Komentar