![]() |
SUMBER MINYAK : Sumur 23 Trembul di Dukuh Karangmojo, Desa Talokwohmojo, Kecamatan Ngawen yang mengalami flowing berupa lumpur beberapa waktu lalu. (foto: dipta-infoblora) |
Banyaknya sumur minyak tua yang tersebar di sejumlah wilayah di Kabupaten Blora hingga saat ini masih menyimpan misteri. Selain jumlahnya yang belum diketahui secara pasti, tidak semua titik sumur yang dikelola mampu berproduksi menghasilkan minyak seperti yang diharapkan. Padahal investasi yang dikeluarkan untuk bisa mengelola satu sumur mencapai ratusan juta rupiah.
Plt BUMD PT.Blora Patra Energi, Christian Prasetya mengemukakan modal awal dibutuhkan untuk mengelola satu titik sumur tua berkisar Rp 250 juta sampai Rp 300 juta. Investasi sebesar itu hanya mampu mencukupi untuk mengoperasikan kembali (maintenance) sumur yang telah lama ditinggalkan.
"Bisa dikatakan, unsur spekulasinya cukup tinggi, sebab sumur yang telah di maintenance belum tentu masih bisa menghasilkan minyak," ujar Christian.
Menurutnya, keberadaan sumur minyak tua di Kabupaten Blora berada di beberapa blok. Diantaranya blok Temetes, Kluwih, Petak, Kedinding, Banyubang, Semanggi dan Ledok. Dari jumlah tersebut, hanya sumur tua di blok Kedinding, Banyubang dan Ledok saja yang telah menghasilkan produksi minyak mentah .
"Kalau sumur yang dikelola tidak bisa menghasilkan, sudah pasti investasi ratusan juta sudah dikeluarkan sia-sia," tambah Dirut BUMD Blora ini.
Lokasi sumur minyak tua kebanyakan berada di dalam hutan milik perhutani. Untuk bisa menemukannya, kelompok penambang biasanya melakukan penyisiran ke sejumlah tempat di dalam hutan yang disinyalir ada titik sumur. Saat ditemukan kebanyakan mulut sumur tertutup cor dan tertimbun tanah dengan kedalaman sekitar tiga hingga lima meter.
Salah seorang penambang asal Desa Ledok, Kecamatan Sambong, Blora, Suyono mengatakan, ada beberapa tahap yang harus dilalui sebelum sumur yang ditemukan dioperasikan kembali. Sebelumnya harus membongkar cor pada mulut sumur dan pengurasan. "Pengurasan biasanya berminggu-minggu bahkan bulanan," tuturnya sambil menambahkan bahwa pengurasan tersebut dilakukan untuk membersihkan air dan lumpur yang terdapat di lapisan atas sumur.
Hal lain yang banyak ditemui pada sumur minyak tua adalah flowing, yaitu munculnya semburan air bercampur lumpur dan minyak mentah. Fenomena ini umumnya terjadi pada sumur yang masih memiliki kandungan minyak.
Kondisi tersebut bisa menjadi berkah tersendiri bagi kelompok penambang yang mengelola sumur tua. Seperti halnya yang terjadi pada sumur minyak tua 23 Trembul yang ada di Dukuh Karangmojo, Desa Talokwohmojo Ngawen. Akhir September lalu sumur peninggalan Belanda tahun 1941 itu mengalami flowing. Fenomena ini terjadi selama tiga hari dengan jumlah minyak yang dikelurkan sehari mencapai 15 ribu liter.
"Flowing yang terjadi tersebut menjadi berkah tersendiri. Sehari kita bisa mengirim 15 ribu liter minyak mentah kepada Pertamina di Cepu," ungkap Ketua Koperasi Putra Bayangkara, selaku pihak pengelola sumur 23 Trembul, Joko Prasetyo.
Pemerhati perminyakan, Bambang Sadewo menjelaskan, semburan (flowing) terjadi karena adanya dorongan (blow up) dari bawah ketika pipa utama sumur dalam kondisi terbuka. Menurutnya setelah kejadian luar biasa tersebut harus dilakukan pembersihan . Hal itu dilakukan agar minyak yang dihasilkan saat sumur diopersionalkan tidak bercampur dengan lumpur. (rs-infoblora)
1 komentar:
Apakah sampe sktg msh flowing ??
Posting Komentar