Pentas pertunjuka n kesenianwayang krucil di Blora kini sulit ditemukan |
Hal itu berbeda dari kesenian Barongan di Kudus.
Fakta mengenai Barongan bisa kita lihat dari masih seringnya masyarakat Blora menampilkan kesenian itu, terutama bila punya hajat.
Tarif untuk menampilkan kesenian itu, mulai Rp 1 juta hingga, bergantung kelengkapan pertunjukan, termasuk kostum pemain.
Dalam peringatan HUT RI, acara sedekah bumi, atau khitanan massal yang diselenggarakan instansi, masyarakat masih sering melihat penampilan kesenian itu.
Adakalanya diarak keliling kampung, semisal dalam sedekah bumi. Di lapak PKL pun, kita bisa menjumpai compact disc rekaman pertunjukan grup Barongan dari Blora, antara lain Guntur Seto yang terkenal itu. Ada pula pedagang menjual kostum pemain, termasuk perlengkapannya seperti penthul, cemeti, serta patung Barong dan Bujang Ganong.
Eksistensi kesenian daerah itu tidak terlepas dari upaya Pemkab Blora, antara lain seringnya menggelar pentas budaya lokal, semisal parade dan lomba Barongan. Kegiatan itu juga diikuti grup dari daerah lain. Partisipasi grup dari luar daerah ikut menggairahkan kehidupan seni itu.
Lembaga pendidikan sebagai sektor formal juga melestarikan kebudayaan tersebut. SMAN 1 Blora misalnya, mengangkat Barongan sebagai ikon sekolah. Pemangku pendidikan memasukannya dalam beberapa mapel pada kurikulum berbasis kearifan lokal.
Dalam mapel Bahasa Inggris, ada materi descriptive, dan siswa diminta mendeskripsikan secara detail seni Barongan. Dampak dari pengayaan itu, siswa lebih memahami kesenian itu karena pasti akan mencari bahan referensi. Tentunya juga untuk mengasah keterampilan berbahasa Inggris.
Pada mapel Bahasa Jawa, siswa diminta menceritakan sejarah seni Barongan menggunakan bahasa krama inggil. Adapun dalam mapel Seni Budaya, siswa diminta mengekspresikan diri melalui kesenian tersebut. Di sekolah itu, kini sedikitnya ada 8 kelompok aktif Barongan.
’’Nasib’’ baik itu tidak dialami wayang krucil, kesenian rakyat Blora yang lain, yang saat ini makin jarang dijumpai. Wayang krucil adalah salah satu pertunjukan wayang terbuat dari kayu. Kesenian ini berkembang sebelum zaman penjajahan Belanda, tepatnya pada masa Kadipaten Jipang Panolan.
Kepahlawanan Nabi
Dari tahun 1950 sampai 1960-an pertunjukan wayang krucil sangat dinanti-nanti warga. Terlebih lakon yang ditampilkan biasanya mengambil cerita ’’Hikayat Amir Hamzah’’ atau lakon ’’Menak’’, yang mengisahkan kepahlawanan Nabi Muhammad saw sebagai penyebar agama Islam. Karena itu, dalang kerap menggunakan istilah Arab.
Namun akhir-akhir ini keberadaan wayang krucil makin terpinggirkan. Beberapa dalang terkenal dari Desa Ketangar Kecamatan Blora dan beberapa lainnya dari Kecamatan Bogorejo sudah meninggal dunia tanpa ada anak dan cucu yang mau melanjutkan kiprah ayah dan kakek mereka.
Memang masih ada beberapa dalang dari Ngampon Kecamatan Blora dan di wilayah Kecamatan Kunduran, namun rata-rata usia mereka di atas 50 tahun. Keminiman generasi penerus dan juga animo untuk menjadi dalang wayang krucil, menjadi kekhawatiran kepunahan kesenian tersebut.
Karena itu, seyogianya Pemkab memberikan perhatian lebih besar kepada kesenian wayang krucil, seperti halnya perhatian yang diberikan kepada kelompok kesenian Barongan. Pemkab bisa melakukan berbagai cara, antara lain menyelenggarakan pertunjukan Barongan, ’’menggandeng’’ wayang krucil, untuk umum.
Upaya itu untuk memperkenalkan sekaligus unikum dan nilai-nilai dua kesenian lokal itu. Pemkab dapat memanfaatkan momentum Visit Jateng 2013 untuk lebih memberdayakan kesenian wayang krucil sekaligus Barongan. Pemangku kebijakan juga bisa memasukkan kesenian wayang krucil sebagai muatan lokal. Siswa bisa mempelajari sejarah, karakter dalam pewayangan krucil, pakem cerita, termasuk pembuatan wayang itu.
Oleh Tri Yuli Setyoningrum (Guru Bahasa Inggris SMAN 1 Blora) - (rs-infoblora).
0 komentar:
Posting Komentar