Home » , » Ajaran Samin Surosentiko Masih Lestari di Kabupaten Blora

Ajaran Samin Surosentiko Masih Lestari di Kabupaten Blora

infoblora.id on 24 Okt 2013 | 22.12

Salah satu keluarga pengikut Samin Surosentiko di Dukuh Balong, Desa Sumber, Kec.Kradenan, Blora, berfoto bersama komunitas anak seribu pulau yang mengadakan kunjungan beberapa waktu lalu. (foto : helena-infoblora)
BLORA. Di ranah sosial, politik, dan kebudayaan dalam berbagai perspektif, Blora telah melahirkan orang-orang yang sangat penting bagi sejarah Indonesia. Satu di antaranya adalah Raden Kohar atau Samin Surasentiko. Beliau adalah seorang tokoh perlawanan kaum petani pada jaman kolonial Belanda yang menggunakan aksi protes pasif, yaitu tidak menggunakan senjata.

Pergolakan di Blora pada zaman penjajahan tersebut terutama disebabkan oleh penerapan berbagai macam pajak, perubahan pemakaian tanah komunal, pembatasan dan pengawasan oleh penjajah mengenai penggunaan hasil hutan oleh masyarakat.

Raden Kohar lahir pada 1859. Ia berasal dari Desa Ploso Kedhiren, Randublatung, Blora. Lelaki yang buta aksara ini kemudian lebih memilih daerah Ds.Klopoduwur, Kec.Banjarejo, Blora, Jawa Tengah sebagai tempat pengembangan ajarannya. Bagi para pengikutnya, Raden Kohar atau Samin Surosentiko dipandang sebagai pemimpin spiritual, dan pada tahun 1907, ia diangkat sebagai Ratu Adil dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam.

Pada 1890 pergerakan Samin berkembang di dua desa hutan kawasan Randublatung dan di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Gerakan ini lantas dengan cepat menjalar ke desa-desa lainnya. Wong Samin terkenal dengan konsep negara bathin yang jauh dari sikap ‘drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren’. Dalam diri mereka tertanam konsep ‘lakonana sabar trokal. Sabari dieling-eling. Trokali dilakoni’. Negara batin yang mereka jalani memang jauh dari sikap iri, dan dengki. Mereka pun selalu harmonis dan saling melengkapi. Bagi sebagian orang, ideologi Samin sering dikaitkan dengan anarkisme, sebuah pemikiran yang menolak segala bentuk intervensi otoritas kekuasaan dan hidup bersama dalam komunitas.

Karena dipandang cukup membahayakan, maka mulai 1907 banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan oleh pemerintah Belanda. Raden Kohar sendiri beserta delapan pengikutnya, ditangkap, dan dibuang ke Sawahlunto, Sumatra Barat hingga meninggal pada tahun 1914. Meski kurang dikenal dalam catatan sejarah Indonesia, namun belum lama ini pemerintah Kabupaten Blora memasang wajah Samin Surosentiko di depan Alun-alun Kota, bahkan sebuah gedung serbaguna juga diberi nama Samin Surosentiko.

Para pengikut Samin biasa disebut dengan Sedulur Sikep. Hingga kini keunikan masyarakat ini bisa ditemui di beberapa desa di Blora, salah satu di antaranya di timur Randublatung, tepatnya Dukuh Balong, Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora.

Salim adalah satu di antara para penerus ajaran Samin, sehari-harinya ia sibuk bertani di kampungnya. Salim dan keluarganya menanam padi organik dan juga membuat pupuk alami. Wong Samin memang penuh dengan keramah tamahannya, mereka tidak ingin diberi, selalu ingin memberi dan mengeluarkan senyum dari wajah yang bersahaja.

Meski begitu perlawanan mereka terhadap bentuk kesewenang-wenangan tidak berhenti hingga berakhirnya masa kolonial Belanda. Sejak beberapa tahun ini, bersama beberapa organisasi masyarakat, mereka menolak pembangunan pabrik semen yang didukung Pemprov Jawa Tengah di Pegunungan Kendeng. Penolakan yang dilakukan mayoritas kaum petani ini dikarenakan kepedulian mereka terhadap kelestarian alam lingkungan, pendirian pabrik semen dikhawatirkan akan merusak lingkungan, dan juga tatanan sosial di sana.  
(rs-infoblora | kontributor : Riezky Andhika-http://jogja.tribunnews.com)
Share this article :

0 komentar:


 
Copyright © 2013. infoblora.id - All Rights Reserved