Home » , » Warna Ramadhan : Kisah Sirine "Nguuk" Peninggalan Belanda Penanda Buka Puasa dan Imsak di Kota Blora

Warna Ramadhan : Kisah Sirine "Nguuk" Peninggalan Belanda Penanda Buka Puasa dan Imsak di Kota Blora

infoblora.id on 13 Jul 2013 | 17.13

Foto Menara Sirine di depan Pendopo Kabupaten
BLORA. Waktu berbuka puasa adalah saat yang sangat dinantikan para kaum muslimin yang sedang menjalankan ibadah puasa ramadhan. Ada banyak cara untuk menandai tibanya waktu untuk berbuka puasa itu. Salah satunya di Kota Blora ada suara sirine yang menggema dan mulai akrab di telingan selama bulan ramadhan. Bunyi sirine itu selalu dinantikan seluruh warga Blora ketika menanti waktu berbuka.

Warga Blora dan sekitarnya memang sudah terbiasa dengan bunyi sirine ini diwaktu masuk waktu maghrib. Sebab selama ramadhan, sirine kuno peninggalan Belandayang masih berdiri kokoh di utara Masjid Agung Baitunnur atau tepatnya di depan komplek Pendopo Kabupaten ini akan dibunyikan setiap hari. Sirine itu dibunyikan sehari dua kali pada saat memasuki waktu imsak dan saat waktu buka puasa atau memasuki waktu maghrib di Blora.

"Bunyinya cukup keras dan sampai terdengar dari rumah saya," ujar Salim warga Dukuh Mbadong, Desa Gedongsari, Kecamatan Banjarejo yang berjarak sekitar 5 kilometer dari Kota Blora.

Bunyi sirine tersebut seolah mengingatkan kita bahwa waktu berbuka puasa telah tiba. Bunyi sirine ini selalu mendahului suara adzan maghrib dari masjid manapun yang ada di Blora. Sebab suara sirine yang sering disebut "nguuk" oleh warga Blora ini dijadikan rujukan semua masjid dan musholla. Setelah sirine berbunyi, Masjid Agung Baitunnur seketika langsung mengumandangkan adzan maghrib, dan adzan maghrib Masjid Agung Baitunnur ini menjadi rujukan bagi masjid-masjid dan musholla lainnya di Blora untuk segera mengikuti mengumandangkan adzan. Jika Masjid Agung Baitunnur belum adzan maka masjid yang lain juga belum adzan. Masjid yang lain akan bersahut-sahutan mengumandangkn adzan ketika Masjid Agung telah selesai mengumandangkan adzan.

Oleh karena itu setiap sore suara sirine itu selalu dirindukan seluruh warga Blora mendekati waktu berbuka. Hal ini menjadi salah satu ciri khas nuansa ramadhan di Kota Blora. Bahkan konon bunyi sirine itu bisa terdengar lebih jauh misalnya sampai Kecamatan Tunjungan dan lainnya. Atau di desa-desa pelosok di wilayah Kecamatan Kota. Semakin jauh dan sepinya suasana desa konon suara sirine itu semakin jelas terdengar. Sehingga sirine ini dirasa efektif untuk menandai saatnya berbuka puasa dan waktu imsak.

Dengan ketinggian sekitar 15 meter, sirine itu memang bisa menjangkau wilayah yang cukup jauh. "Kalau didengar di daerah yang sepi justru akan terdengar lebih jelas meski lokasinya sangat jauh," kata Salim.

Di Kecamatan Banjarejo sendiri katanya suara sirine itu bisa didengarkan sampai Desa Klopoduwur yang jaraknya dari Kota Blora sekitar 10 kilometer.

Entah siapa yang memulai menggunakan suara sirine itu sebagai penanda buka puasa, soalnya hal ini sudah menjadi tradisi turun temurun di wilayah Blora. Yang pasti sudah sangat lama sirine itu difungsikan seperti ini. Pada jaman kolonial Belanda dahulu suara sirine ini digunakan untuk tanda pemberlakuan jam malam. Setelah sirine berbunyi , semua warga dilarang keluar rumah dan sebagai tanda bahaya yakni adanya serangan dari penjajah. Sirine dibunyikan dengan harapan warga berkemas dan para pejuang bersiap menghadapi musuh. Sehingga kondisi dahulu dengan sekarang sangat berbeda fungsinya.

Jika dahulu warga sangat tidak berharap sirine tersebut dibunyikan, sebab jika sirine itu dibunyikan maka akan ada bahaya yang datang. Tetapi kini selama ramadhan bunyi sisire itu selalu dinantikan untuk pertanda waktunya berbuka puasa. Selain saat ramadhan, sirine ini juga dibunyikan saat Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi setiap tanggal 17 Agustus di Alun-alun Blora. (rs-infoBlora | sumber : Sri Wiyono - Jawa Pos)
Share this article :

0 komentar:


 
Copyright © 2013. infoblora.id - All Rights Reserved