Ratusan warga Desa Jepangrejo berkumpul makan bersama setelah berdoa dalam acara sedekah bumi, Jumat (14/8). |
Sedekah bumi merupakan tradisi tahunan yang dilaksanakan setahun sekali
oleh warga desa setempat sebulan setelah lebaran. Warga Desa Jepangrejo selalu
menggelar tradisi ini pada hari Jumat Kliwon dan sudah berjalan puluhan tahun.
Parmin (42) salah satu warga setempat menjelaskan bahwa pelaksanaan
tradisi sedekah bumi di Desa Jepangrejo selalu meriah. “Meskipun sedang musim
kemarau kekeringan ataupun sedekah buminya saat musim hujan, pasti berlangsung
meriah. Di desa ini banyak seniman mas, semua kalau sedekah bumi ditampilkan
seperti pentas wayang kulit, seni barongan, karawitan dan joged tayub,”
ungkapnya.
Seni Barongan memeriahkan prosesi sedekah bumi Desa Jepangrejo, setelah sholat jumat dilanjut kesenian Tayub. |
Suparlan, Kepala Desa Jepangrejo menjelaskan bahwa
rangkaian acara sedekah bumi di Desa Jepangrejo telah dimulai sejak Kamis malam
(13/8). “Sejak semalam digelar pementasan wayang kulit dan wayang thengul yang
dimainkan para dalang lokal Jepangrejo dan dalang muda adek-adek ISI Surakarta
yang sedang KKN disini, dengan lakon Banjaran Gathotkaca,” bebernya.
Jumat pagi, sekitar pukul 09.00 WIB masyarakat telah berbondong-bondong
mengikuti prosesi kirab ambeng dari wilayah Jepangrejo 4 menuju lapangan dekat sumur tepi sungai wilayah Jepangrejo 1 yang disimbolkan sebagai sumber penghidupan. Kirab dimeriahkan dengan seni
barongan dan drumband anak-anak SDN 3 Jepangrejo.
Prosesi sedekah bumi, pembacaan doa dengan pelengkap ambeng atau tumpeng gunungan tertutup daun jati. |
Acara kemudian dilanjutkan setelah sholat jumat dengan hiburan berupa kesenian joged tayub. Semua
warga dipersilahkan bergantian ikut mbekso (menari) dengan sinden dan ledhek
yang telah disediakan. Alunan musik tradisional gamelan jawa pun mengiringi
jalannya pentas tayub hingga selesai. Semua warga desa tampak senang dan rukun
bisa berkumpul bersama meski dalam keadaan susah air.
Untuk diketahui, Desa Jepangrejo merupakan salah satu desa yang dilanda kekeringan saat musim kemarau kali ini. Banyak sumur-sumur warga yang mengering karena sumber airnya habis. Mereka terpaksa membeli air satu tanki seharga Rp 150 ribu untuk kebutuhan beberapa hari.
Suparjo, warga setempat mengungkapkan bahwa di wilayah Jepangrejo kalau kemarau seperti ini hampir semua sumur mengering. “Disini tidak ada sumber air besar. Kalau butuh air ya beli, kalau tidak ya ngantri di Dukuh Glagahan yang berjarak sekitar 1 kilometer atau ke Desa Ngampon. Disana ada sumber air yang cukup besar,” ungkapnya.
“Walaupun kekeringan ya tetap harus menggelar sedekah bumi mas, karena ini sudah tradisi tahunan. Entah bagaimana caranya, kita adakan selamatan mengucap syukur atas kelimpahan rejeki, rahmat, dan kesehatan. Semoga segera diberi hujan,” lanjutnya. (rs-infoblora)
Selesai didoakan, masyarakat berebut mengambil gunungan berisi nasi dan lauk yang dibungkus daun jati. |
Suparjo, warga setempat mengungkapkan bahwa di wilayah Jepangrejo kalau kemarau seperti ini hampir semua sumur mengering. “Disini tidak ada sumber air besar. Kalau butuh air ya beli, kalau tidak ya ngantri di Dukuh Glagahan yang berjarak sekitar 1 kilometer atau ke Desa Ngampon. Disana ada sumber air yang cukup besar,” ungkapnya.
“Walaupun kekeringan ya tetap harus menggelar sedekah bumi mas, karena ini sudah tradisi tahunan. Entah bagaimana caranya, kita adakan selamatan mengucap syukur atas kelimpahan rejeki, rahmat, dan kesehatan. Semoga segera diberi hujan,” lanjutnya. (rs-infoblora)
0 komentar:
Posting Komentar