![]() |
APBD Blora 2015 sampai saat ini belum ditetapkan, pekan lalu basu sampai tahap persetujuan KUA-PPAS RAPBD 2015. |
SEMARANG. Badan Pemeriksa
Keuangan atau BPK Jawa Tengah menilai laporan keuangan Kabupaten Blora tidak
beres karena hingga saat ini DPRD setempat belum mengesahkan rancangan anggaran
pendapatan dan belanja daerah 2015.
Kepala Perwakilan BPK Jateng
Cris Kuntadi mengatakan keterlambatan pengesahaan APBD terjadi berturut-turut
selama 15 tahun. Atas kondisi tersebut, pihaknya telah meminta keterangan
anggota dewan perwakilan rakyat daerah Blora untuk menjelaskan alasan
keterlambatan pengesahan RAPBD 2015.
Dari keterangan sekretaris
DPRD Blora, keterlambatan itu terjadi lantaran pada Juni 2014 merupakan masa
peralihan anggota DPRD, dilanjutkan pada Agustus sejumlah anggota dewan sibuk
mengurus kelengkapan teknis. Dalih terakhir pada September sibuk mengurus
bimbingan teknis.
Mundurnya pengesahan RAPBD
Kabupaten Blora berlangsung hingga Januari 2015. “Anehnya keterlambatan ini
berlangsung sampai 15 tahun terakhir. Kami menilai laporan keuangan Blora tidak
beres,” katanya, Jumat (9/1/2015).
Dia mengakui keterlambatan
pengesahan RAPBD terjadi ditingkat DPRD Blora, karena bupati sendiri telah menyetorkan
draf RAPBD 2015 pada pertengahan tahun 2014.
Cris mengatakan indikasi
penyelewenangan anggaran bisa terjadi tatkala RAPBD hingga saat ini belum
disahkan. Pasalnya, mengacu pada undang-undang No. 23/2014 tentang Pemerintahan
Daerah, bahwa jika APBD terlambat disahkan hingga batas waktu 31 Desember 2014,
konsekuensi hak keuangan daerah, gaji kepala daerah, wakil kepala daerah dan
semua anggota dewan tidak cair atau hangus selama enam bulan.
Selain itu, sejumlah proyek
infrastruktur di Blora dan anggaran lain yang menggunakan APBD otomatis akan
terhenti.
UU tersebut juga diperkuat
dengan surat edaran Menteri Dalam Negeri No. 903/6865/SJ tanggal 2 November
2014 tentang percepatan penyelesaian rancangan APBD 2015, pengesahan RAPD
setiap daerah harus dilakukan paling lambat akhir 2014.
Cris berpendapat kepala
daerah dan anggota dewan Blora seolah tidak menyadari atas konsekuensi hukum
atas keterlambatan tersebut. “Anggapan mereka
keterlambatan pada tahun lalu saja tidak masalah. Karena memang UU itu dibuat
pada 2014. Namun itu menjadi risiko mereka sendiri,” ujarnya.
Pihaknya sudah melaporkan
kondisi tersebut kepada Pemerintah Provinsi Jateng untuk mengevaluasi kinerja
lembaga eksekutif dan legislatif dan RAPBD Kabupaten Blora. “Mestinya provinsi bertindak
cepat atas kondisi ini. Kasihan warga Blora, mereka menjadi korban karena tidak
merasakan pembangunan daerah selama enam bulan,” katanya.
Diketahui, dalam APBD Blora
pada 2014 mengalami defisit sampai Rp119 miliar. Berdasarkan laporan Banggar,
dalam APBD ada pendapatan sebesar Rp1,404 triliun atau naik Rp112 miliar dari
pendapatan 2013 lalu sebesar Rp1,292 triliun.
Sedangkan anggaran belanja
senilai Rp1,524 triliun atau naik Rp206 miliar dibanding belanja 2013
sebesar Rp1,380 triliun. Sementara itu, pendapatan
yang direncanakan dari pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp116 miliar, dana
perimbangan Rp978,9 miliar, dan pendapatan lain-lain yang sah Rp309,2 miliar.
Sedang untuk belanja, di antaranya belanja tidak langsung sebesar Rp 927,5
miliar, terdiri dari belanja pegawai Rp 820 miliar, belanja hibah Rp 45,6
miliar, dan bantuan sosial Rp3,5 miliar. Ada juga bantuan keuangan Rp57,8
miliar, dan belanja tak terduga sebesar Rp500 juta.
Selain Kabupaten Blora, BPK
Jateng menyoroti dana aset daerah yang nilai pemanfaatannya masih rendah.
Daerah tersebut mencakup Kabupaten Wonogiri, Cilacap dan Brebes. “Secara keseluruhan
pengelolaan aset daerah di Jateng perlu dievaluasi,” paparnya.
BPK Jateng pada Desember
2014 menyerahkan 24 Laporan Hasil Pemeriksaan yang terdiri atas 10 Pemeriksaan
Kinerja dan 14 Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) kepada DPRD Provinsi dan
Pemprov Jateng.
PDTT merupakan pemeriksaan
yang tidak termasuk dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Laporan
Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu yang diserahkan adalah pemeriksaan
atas operasional PT BPD Jawa Tengah pada 2013 hingga Juli 2014 di Semarang,
Surakarta, Pati, Magelang, Pekalongan dan Jakarta, termasuk di dalamnya Laporan
Hasil Evaluasi atas Pelaksanaan Pemeriksaan Laporan Keuangan PT BPD Jawa tengah
Tahun Buku 2013.
Sekretaris Daerah Pemprov
Jateng Sri Puryono mengakui telah mengingatkan jauh hari sebelumnya kepada
kepala daerah dan anggota legislatif Kabupaten Blora. Namun hingga batas waktu
akhir 2014, RAPB 2015 Kabupaten Blora tidak kunjung disahkan.
Pihaknya mengatakan kepala
daerah Blora telah menerbitkan peraturan bupati yang isinya supaya anggaran
belanja pegawai setempat tetap bisa dicairkan.
“Peraturan bupati itu
kemudian disahkan oleh gubernur. Intinya, pegawai negeri di sana jangan
dikorbankan,” ujarnya. Puryono mengatakan sanksi yang diterima oleh kepala
daerah dan anggota DPRD Blora yakni tidak menerima gaji selama enam
bulan. (Khamdi-smgbisnis.com | jo-infoblora)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kritik dan Saran serta masukan sangat berharga demi akuratnya informasi dalam portal infoblora.id ini.