Drama pembangunan pabrik semen di sekitar pegunungan kendeng kabupaten Rembang Jawa Tengah, ternyata belum menemukan titik terang. Alih-alih mendapat respon positif dari pemerintah, masyarakat serta para aktivis di buat semakin bingung dengan berlanjutnya pembangunan pabrik semen yang kabarnya hampir menelan korban jiwa tersebut.
________________________________________
Penulis Siti Lestari
Pabrik semen yang faktanya sudah mengantongi ijin pembangunan ini menuai pro dan kontra. Hal ini disebabkan oleh regulasi tentang AMDAL yang di nilai kurang detail bahkan seolah-olah AMDAL tersebut dibuat secara tergesa-gesa dengan tujuan ahir sebagai formalitas dalam memperoleh ijin pendirian pabrik. Sangat disayangkan memang, tujuan awal pemerintah ingin membuka lapangan kerja bagi penduduk sekitar demi kesejahteraan masyarakat, akan tetapi niat baik ini ternodai akibat pemerintah kabupaten rembang tidak secara detail menggagas AMDAL sedetil mungkin.
Seperti dampak yang dialami oleh masyarakat Dukuh Tambakselo, Desa Ngampel, Kecamatan Blora Kota Kabupaten Blora, yang hanya berjarak 500 m dari lokasi pabrik sangat terasa dampak pencemaran lingkungan. Yaitu air di aliran sungai yang saat ini masih aktif di pakai sebagai sumber penghidupan masyarakat setempat sudah tercemar. Padahal aktivitas pabrik semen belum 100% dimulai, akan tetapi pencemaran sudah bisa dirasakan karena aktifitas penambangan di pegunungan kendeng semakin meningkat dibanding sebelumnya.
Ironis memang, pemerintah Rembang seolah menutup mata, menutup telinga dan tidak melibatkan daerah sekitar yang terkena dampak (wilayah kabupaten blora) juga untuk di libatkan dalam menyusunan regulasi tentang AMDAL.
Kami menilai Kabupaten Rembang terlalu egois, selama sepeuluh tahun terahir di wilayah kendeng telah dilakukan aktifitas penambangan. Waktu yang dirasa tidak singkat ini saat itu tidak ada regulasi yang jelas mengenai penambangan liar yang dilakukan oleh masyarakat kendeng. Yang dampaknya juga sejak awal belum dirasakan oleh warga Desa Ngampel (Blora). Kalau toh pada ahirnya terdapat regulasi yang mengakomodir dalam mengantisipasi kerusakan lingkungan, tetapi perlu digaris bawahi penambangan di pegunungan kendeng secara aktif sudah mulai dilakukan sepuluh tahun sebelumnya yang tanpa regulasi.
Dalam regulasi tentang AMDAL , Pemerintah hanya mempertimbangkan dampak pembangunan hanya di wilayah teritori rembang saja. Padahal seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa warga dukuh tambak selo yang nota bene sudah masuk teritori kabupaten Blora, merasakan dampaknya berupa pencemaran air sungai. Dan kami tidak pernah menemukan di regulasi AMDAL manapun hanya bertanggung jawab dalam rekondisi Cuma di wilayah teritori kabupaten yang dipakai sebagai lokasi pendirian pabrik.
Lantas kemudian, boleh dong kami sebagai warga Blora curiga bahwa regulasi AMDAL ini dibuat secara tergesa gesa dengan ending diterbitkannya ijin pendirian pabrik semen.
Sebaiknya supaya tidak terdapat kecurigaan yang nantinya mengarah pada hal yang tidak di inginkan, pemerintah kabupaten rembang serta pemerintah propinsi Jateng, sesegera mungkin mengadakan publik hearing supaya tidak ada kerancuan asumsi antara masyarakat, aktifis serta pemerintah dalam menentukan arah pembangunan masa depan yang lebih baik.
(Siti Lestari-kompasiana | Ms-infoblora)
________________________________________
Penulis Siti Lestari
Pabrik semen yang faktanya sudah mengantongi ijin pembangunan ini menuai pro dan kontra. Hal ini disebabkan oleh regulasi tentang AMDAL yang di nilai kurang detail bahkan seolah-olah AMDAL tersebut dibuat secara tergesa-gesa dengan tujuan ahir sebagai formalitas dalam memperoleh ijin pendirian pabrik. Sangat disayangkan memang, tujuan awal pemerintah ingin membuka lapangan kerja bagi penduduk sekitar demi kesejahteraan masyarakat, akan tetapi niat baik ini ternodai akibat pemerintah kabupaten rembang tidak secara detail menggagas AMDAL sedetil mungkin.
Seperti dampak yang dialami oleh masyarakat Dukuh Tambakselo, Desa Ngampel, Kecamatan Blora Kota Kabupaten Blora, yang hanya berjarak 500 m dari lokasi pabrik sangat terasa dampak pencemaran lingkungan. Yaitu air di aliran sungai yang saat ini masih aktif di pakai sebagai sumber penghidupan masyarakat setempat sudah tercemar. Padahal aktivitas pabrik semen belum 100% dimulai, akan tetapi pencemaran sudah bisa dirasakan karena aktifitas penambangan di pegunungan kendeng semakin meningkat dibanding sebelumnya.
Ironis memang, pemerintah Rembang seolah menutup mata, menutup telinga dan tidak melibatkan daerah sekitar yang terkena dampak (wilayah kabupaten blora) juga untuk di libatkan dalam menyusunan regulasi tentang AMDAL.
![]() |
Pegunungan Kendeng |
Dalam regulasi tentang AMDAL , Pemerintah hanya mempertimbangkan dampak pembangunan hanya di wilayah teritori rembang saja. Padahal seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa warga dukuh tambak selo yang nota bene sudah masuk teritori kabupaten Blora, merasakan dampaknya berupa pencemaran air sungai. Dan kami tidak pernah menemukan di regulasi AMDAL manapun hanya bertanggung jawab dalam rekondisi Cuma di wilayah teritori kabupaten yang dipakai sebagai lokasi pendirian pabrik.
Lantas kemudian, boleh dong kami sebagai warga Blora curiga bahwa regulasi AMDAL ini dibuat secara tergesa gesa dengan ending diterbitkannya ijin pendirian pabrik semen.
Sebaiknya supaya tidak terdapat kecurigaan yang nantinya mengarah pada hal yang tidak di inginkan, pemerintah kabupaten rembang serta pemerintah propinsi Jateng, sesegera mungkin mengadakan publik hearing supaya tidak ada kerancuan asumsi antara masyarakat, aktifis serta pemerintah dalam menentukan arah pembangunan masa depan yang lebih baik.
(Siti Lestari-kompasiana | Ms-infoblora)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kritik dan Saran serta masukan sangat berharga demi akuratnya informasi dalam portal infoblora.id ini.