Sosok Pramudya Arif Dwijanarko, anak desa yang kini menempuh beasiswa S2 di Belanda. (foto: dok-pri) |
Ia adalah Pramudya Arif
Dwijanarko, cowok desa yang lahir pada 19 November 1990 di Desa Bajo,
Kecamatan Kedungtuban, sekitar 46 kilometer dari pusat Kota Blora. Ia
sadar bahwa kesempatan melanjutkan jenjang pendidikan hingga
pasca-sarjana merupakan impian banyak orang. Apalagi jika jenjang
pendidikan tersebut ditempuh di luar negeri.
Pram menjadi salah satu
orang yang beruntung mendapat kesempatan untuk menempuh program
master di Belanda mulai tahun 2016 hingga kini.
Lahir di sebuah desa kecil
yang jauh dari hiruk pikuk kebisingan kota membuatnya mulai merantau
sejak SMA untuk bersekolah ke SMA Negeri 1 Blora yang berada di pusat
Kota Blora yang juga kota kelahiran Pramoedya Ananta Toer, seorang
penulis besar yang kebetulan bernama sama dengannya.
Pram (panggilan akrabnya)
saat dihubungi Rabu (21/3/2018), menceritakan bahwa dirinya menempuh
pendidikan SD-SMP di sekolah yang tak jauh dari tempat tinggalnya.
Baru, ketika menginjak SMA, dia mulai merantau dan melanjutkan ke SMA
N 1 Blora. Nah, saat SMA lah kepercayaan dirinya mulai terbentuk.
Ia aktif berorganisasi sejak
dari SMA. Pram pernah tergabung dalam 3 organisasi sekaligus dalam 1
tahun, Rohis, OSIS, dan Pramuka. Bahkan Pram juga sempat berjualan
nasi bungkus di sekolah waktu kelas 3 SMA untuk memenuhi
kebutuhannya.
Semangat mendobrak
mainstream dari orang tuanya lah yang mempengaruhinya hingga
berniat untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pram
dilahirkan dari keluarga besar yang belum begitu memprioritaskan
pendidikan. Mayoritas paman dan bibinya adalah petani atau pedagang
yang hanya lulusan sekolah menengah.
“Alhamdulillah, kedua
orang tua saya berhasil menempuh jenjang pendidikan Guru dan menjadi
pengajar di sekolah setempat. Begitu juga dengan lingkungan di
sekitarnya. Dari teman SD saya, hanya 2 orang saja yang melanjutkan
ke jenjang Perguruan Tinggi. Bahkan tidak sedikit teman-teman SMP
yang langsung menikah selepas Ujian Nasional waktu SMP,” ungkapnya.
Ketika kelas 3 SMA, Pram
bingung ingin melanjutkan kemana. Di dalam hati, Pram ingin
melanjutkan kuliah di UGM. Namun, prestasi akademik nya terlalu
pas-pasan, bahkan cenderung turun dari tahun ke tahun. Pram juga
khawatir jika saat kuliah nanti akan membebani keuangan keluarga.
Namun, alhamdulillah, pihak keluarga sangat mendorong Pram untuk
kuliah.
“Masalah
biaya tak perlu dipikirkan, yang penting, kamu rajin belajar.”
begitu ucap Pram menirukan nasehat dari Ibunya.
Pram pun belajar keras. Pram
fokus mengejar targetnya agar diterima di UGM. Dan alhamdulillah,
Tuhan mengabulkan keinginan Pram. Pram pun diterima di Teknik
Elektro, UGM.
Selama kuliah, selain aktif
dengan aktivitas akademik, Pram juga masih aktif berorganisasi. Pram
juga aktif di FASMABA, Forum Alumni SMA N 1 Blora, yang sering
mengadakan kegiatan sosial di Blora. Kekhawatiran biaya yang dulu
ditakutkan, sedikit terbantu karena Pram juga beberapa kali
mendapatkan beasiswa selama kuliah.
“Niat melanjutkan kuliah S2,
sebenarnya sudah ada sejak kuliah. Namun, sedikit permasalahan di
akhir masa-masa kuliah, memutuskan saya untuk bekerja.” ujarnya.
Selesai kuliah, Pram sempat
menjadi di sebuah perusahaan swasta. Sebuah perusahaan yang bergerak
di bidang jasa oil and gas yang berbasis di Amerika. Pram juga
sempat merasakan 2 bulan di Negeri Paman Sam tersebut untuk mengikuti
training dari perusahaan tersebut.
“Lama-lama kerja akhirnya jenuh juga
kan. Apalagi kalo kerjanya jadi kuli gini. Envy banget rasanya liat
yang bisa sekolah di luar negeri. Enak ya kayanya kalo punya
kesempatan kuliah ke luar negeri?,” lanjutnya.
Awalnya Pram hanya iseng
mengungkapkan keinginannya. Namun, Allah ternyata menjawab doa
tersebut. Gejolak harga minyak di penghujung tahun 2014, berdampak
langsung padanya. Pram diberhentikan sebagai pegawai pada akhir
kuarter pertama 2015.
Pram justru mengaku bahagia
pasca diberhentikannya dirinya sebagai pegawai. Banyak capaian baru
yang dia dapatkan. Salah satunya adalah berhasil mencapai puncak
tertinggi di Malaysia, Gunung Kinabalu yang setinggi 4095mdpl. Hal
yang belum tentu bisa dia capai kalau saja masih berstatus karyawan.
Dan yang paling penting, Pram bisa melanjutkan mimpinya untuk kembali
sekolah.
“Waktu itu kebetulan banget. Lagi ada
bukaan beasiswa LPDP. Langsung lah saya daftar. Alhamdulillah,
langsung diterima.” imbuhnya.
Pram adalah satu dari ribuan
penerima beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Beasiswa
yang dialokasikan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kualitas
SDM dengan menyekolahkan mereka baik di dalam maupun luar negeri.
Tiap tahun selalu ada seleksi.
Kendati sudah mendapatkan
beasiswa, Pram belum diterima di universitas manapun. Pram mencoba ke
beberapa kampus di Eropa. Ada yang ditolak, ada yang diterima. Pram
pun menjatuhkan pilihannya ke TU Delft, salah satu kampus teknik
terbaik di Belanda. Hingga kini ia masih berada di Belanda untuk
menyelesaikan studinya. (res-infoblora | pad)
1 komentar:
Inspirator!! Seukses selalu mas Pram, semoga adik-adik(mu) di Blora juga bisa menyamai kesuksesan mas Pram. Aamiin. Ehe
Posting Komentar