BLORA. Upaya
Pabrik Gula (PG) Blora di dalam merealisasikan janjinya, untuk menerima hasil
panen tebu milik petani selalu gagal. Sebab, pabrik gula yang dikelola PT
Gendhis Multi Manis (GMM) itu selalu mengalami masalah. Sebelumnya, mesin
pabrik gula itu bermasalah karena mengalami kerusakan tekni, kini satu mesin
boiler ada yang ngadat.
Akibat satu boiler mengalami
masalah iti, tebu milik petani tidak semua bisa tertampung. Karena, proses
giling tebu tidak bisa dilakukan dalam jumlah banyak. Rata-rata, pabrik yang
terletak di Kecamatan Todanan itu hanya bisa menggiling tebu sebanyak 60 truk
per hari. Padahal, pabrik itu berkapasitas sampai 200 truk per hari.
”Lihat saja, pabrik sebesar ini
hanya ada beberapa truk saja yang antre bongkar. Bagaimana bisa menerima semua
hasil panen petani, kalau selalu mengalami kendala,” kata salah satu petani
tebu asal Kecamatan Tunjungan, Bowo.
Tidak hanya dirinya yang kecewa,
sejumlah petani tebu lain di desanya juga merasakan kekecewaan. Karena, janji
pabrik yang akan menampung semua tebu petani sampai sekarang belum terbukti. Ia
mengaku punya lahan lima hektare lahan tebu, dan sangat sulit dijual ke pabrik
milik GMM itu.
”Pabrik mementingkan dan
mendahulukan petani tebu yang menjadi binaan pabrik. Kalau menunggu tebu petani
binaan pabrik habis, terus giliran kami kapan. Inilah yang menurut kami tidak
adil,” tegasnya.
Bowo menambahkan, dia mengaku sudah
mengajukan untuk menjual tebu ke pabrik GMM. Semua persyaratan sudah dia
penuhi, mulai dari uji kualitas tebu dan lainnya. Bahkan, dia sudah mengikuti
pelatihan di pabrik PT GMM tersebut. Namun, sampai sekarang surat perintah
angkut (SPA) sebagai syarat bisa memasukkan tebu ke pabrik dari PT GMM belum
diterimanya.
”PT GMM bohong. Janjinya mau
memberikan SPA, dan ternyata bohong. Terpaksa, saya jual tebu ke luar Blora.
Banyak sekali petani yag bernasib seperti saya ini,” keluhnya.
Sementara itu, Sekretaris Asosisasi
Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Blora Anton Sudibyo menyatakan, banyak
petani tebu binaan pabrik yang rata-rata menjadi pengurus dan anggota APTRI,
juga belum semua bisa diterima. Saat ini, masih banyak lahan tebu yang belum
bisa dipanen, karena menunggu pabrik bisa giling maksimal.
”Sekitar dua ribu hektare lahan
tebu, yang mestinya sudah ditebang atau dipanen menjadi mangkrak. Mau tebang,
di luar Blora harga tebu sangat murah. Ini menjadi persoalan tersendiri bagi
petani,” jelas Anton.
Anton sendiri mengaku punya lahan
tebu seluas 40 hektare, dan belum ditebang. Secara teknis, kalau tebu sudah
siap tebang namun tidak segera ditebang, maka akan menurunkan kualitas tebu.
Sehingga, jika dijual, maka rendemennya akan turun. Hal itu juga akan merugikan
petani. Sebab, dari rendemen tebu itu adalah keuntungan dari petani.
”Saya akan tetap menunggu pabrik
gula Blora itu giling kembali. Petani dijanjikan, semua tebu di Blora akan
dibeli, tapi harus sabar menunggu,” terangnya.
Sementara itu, General Manajer (GM)
PT Gendhis Multi Manis (GMM) yang mengelola Pabrik Gula (PG) Blora Edy Winoto
membenarkan, kalau saat ini pabrik yang dia pimpin sedang berhenti beroperasi.
Hal itu disebabkan, karena ada permasalahan pada mesin, terutama mesin boiler.
Untuk perbaikan, pihaknya mengerahkan sejumlah teknisi khusus, guna melakukan
perbaikan.
”Ada bagian-bagian yang harus
diperbaiki, dan dilakukan pemeliharaan. Jadi, kami perlu waktu cukup lama,”
kata Edy, kemarin.
Menurutnya, pabrik tetap menerima
tebu milik petani, meskipun dalam jumlah yang sedikit. ”Daripada berhenti
total, kami terpaksa giling meski masih sedikit,” jelasnya.
Edy menambahkan, jika tidak terjadi
kendala, pabriknya bisa menerima sekitar 1.500 ton hingga 2 ribu ton tebu per
harinya. Secara bertahap, bisa ke produksi puncak sampai 6 ribu ton per
hari.
”Mudah-mudahan, nanti langsung pada
produksi puncak 100 sampai 200 truk per hari. Yang terpenting, kondisi mesin
dalam keadaan prima,” tegasnya. (Aries-Murianews | rs-infoblora)
0 komentar:
Posting Komentar