Home » » [Surat Pembaca] Hari Pendidikan Nasional, Belajar dari Semangat Ki Hajar Dewantara (1889-1959)

[Surat Pembaca] Hari Pendidikan Nasional, Belajar dari Semangat Ki Hajar Dewantara (1889-1959)

infoblora.id on 5 Mei 2014 | 08.00

Sebelum saya menyampaikan gagasan lebih lanjut, saya ingin mengucapkan selamat hari pendidikan nasional kepada para pembaca. Semoga di tahun ini kita dapat melakukan sesuatu yang lebih baik dari pada apa yang kita kerjakan di tahun kemarin. Catatan ini bukanlah sebuah analisa yang berat tentang pendidikan kita, melainkan ini adalah segala apa yang saya rasakan dan saya cermati. Bukan hanya saya, bahkan mungkin para pembaca juga mengalami dan merasakan hal yang sama yang saya rasakan.
=================================
Penulis : M. Ulil Abshor
(Ketum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama)


Saya berpendapat bahwa pendidikan bertujuan untuk beberapa hal. Yang pertama adalah tujuan akademik pendidikan dan yang kedua adalah tujuan praktis pendidikan, namun pada akhirnya dua tujuan tersebut mengerucut pada satu titik pusat, yaitu moral pendidikan. Secara akademik, pendidikan dicitrakan sebagai aktivitas di dalam kelas yang menghasilkan manusia yang memahami ilmu dan berbagai teorinya dan  siap untuk di uji dalam rangka pembuktian kemampuannya sebagai pelajar. 

Secara praktek, para pelajar ini dituntut untuk mampu melaksanakan segala yang mereka pelajari di dalam kelas dan di buktikan dalam kehidupan nyata. Pada akhirnya adalah membawa manusia terpelajar ini kedalam sebuah kondisi yang dapat membebaskan masyarakat dari kebodohan dan ketertinggalan. Dan kalimat terakhir inilah yang saya namai sebagai tujuan moral pendidikan.

Ada beberapa hal yang membuat saya yakin bahwa tujuan moral pendidikan adalah membebaskan masyarakat dari kebodohan dan ketertinggalan adalah gerak langkah tokoh pendidikan nasional yang membebaskan anak bangsa di bumi terjajah dengan sekolah Taman Siswa-nya, beliau adalah Soewardi Soerjaningrat atau akrab dengan nama Ki Hajar Dewantara.

Ki Hajar Dewantara memulai aktivitasnya dalam membina para muda Indonesia sejak beliau aktif dalam organisasi yang menjadi trendsetter ketika itu, Boedi Oetomo. Bahkan beliau menjadi jendral lapangan ketika kongres pertama Boedi Oetomo digelar di Jogja. Saya rasa aktivitas ini dikerjakan beliau setelah beliau memahami secara mendalam tentang segala teori yang beliau pelajari di bangku kelas. 

Kongres itu membuat saya yakin jika seseorang telah mendalami sebuah teori maka imbasnya adalah menyadari betapa lebar jurang perbedaan antara apa yang kita pelajari di sekolah dengan apa yang kita jumpai di masyarakat. Ini penting dicatat oleh kita karena kadang kala kita beranggapan bahwa segala yang kita pahami dalam dunia akademis akan dapat di praktekkan di dunia nyata. 

Blora yang dipenuhi oleh para pemikir dan para terpelajar ini sudah harus menyadari bahwa apa yang di gagas oleh mereka belum tentu dapat dipraktekkan dalam dunia nyata. Bahkan mungkin apa yang mereka perjuangkan itu merupakan kebutuhan Blora dalam mencerdaskan masyarakatnya. Dibutuhkan rasa peka yang mendalam untuk menata sebuah kabupaten dengan masyarakat Blora yang beragam secara latar belakang pendidikan.  

Selanjutnya Ki Hajar Dewantara terpaksa harus masuk ke dalam sebuah organisasi kader dalam rangka memenuhi kebutuhannya dalam ilmu organisasi dan ilmu strategi. Beberapa organisasi yang beliau masuki antara lain Insulinde dan Indische Partij. Insulinde merupakan organisasi kader multi etnik yang bertujuan agar para pribumi Indonesia dapat mengelola pemerintahannya secara mandiri. Beliau sadar bahwa orang yang paling memahami kebutuhan sebuah bangsa adalah putera asli bangsa itu sendiri. Sedangkan indische partij adalah partai politik yang bertujuan kemerdekaan Indonesia. 

Sebagai pemuda Blora saya rasa kebutuhan organisasi kader yang memiliki tujuan luas dan mulia sangat prioritas. Karena kita sadar bahwa karakter dan kemampuan kita dibentuk oleh lingkungan. Adalah kewajiban para pengambil kebijakan di Kabupaten Blora untuk memfasilitasi organisasi kader di Blora. Dan di sini kita lihat apakah pemerintah kabupaten ini memperhatikan kelangsungan organisasi kader. Di samping itu dibutuhkan peran aktif dari semua elemen masyarakat untuk membina organisasi kader ini dalam rangka menghasilkan para penerus perjuangan yang berkualitas.

Kiprah Ki Hadjar Dewantara juga cemerlang dalam bidang pers dan jurnalistik. Peristiwa yang luar biasa adalah ditutupnya Koran binaan beliau De Express. Ketika itu beliau menulis sebuah kolom komentar yang bertajuk Als Ik aan nederlander waas ( Seandainya saya seorang belanda). Komentar tersebut membuat pemerintah hindia belanda berang dan menutup Koran tersebut. Dalam tulisan tersebut beliau mengkritik pemerintah hindia belanda yang meminta masyarakat jajahan untuk iuran dalam rangka peringatak  100 tahun kemerdekaan belanda dari jajahan perancis. 

Saya membayangkan di Blora ada sebuah Koran yang secara terbuka berani mengkritik kebijakan pemerintah yang di pandang tidak adil. Ini menjadi menarik jika setelah itu muncul inspirasi di masyarakat untuk mengawasi kinerja pemerintah. Sangat sulit bagi orang-orang tua untuk bertindak dan berfikir kritis, sehingga harapan ini pastinya akan muncul dari generasi muda. 

Dari catatan-catatan di atas semoga tidak hanya menjadi pelengkap penderitaan kita melainkan dapat menginspirasi para pembaca. Lebih-lebih kepada para redaktur Koran di Blora agas terus mengawasi kinerja pemerintah. 

Kewajiban terakhir kita adalah tut wuri handayani . di belakang memberi semangat. Ketika semua semangat padam karena kalah dalam bursa caleg, gagal panen atau bencana yang lain seluruh elemen masyarakat harus tetap bersemangat dan terus berjuang.

Akhirnya dari lembah perjuangan saya dan seluruh jajaran Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Mengucapkan selamat hari pendidikan nasional. “kelangsungan semangat kebangsaan kita ada di tangan para pemuda… kibar-kibar semangat perjuangan !”

Share this article :

0 komentar:


 
Copyright © 2013. infoblora.id - All Rights Reserved