Seperti halnya Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dindikpora) Blora, AW. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan buku Rp 19 miliar di Kabupaten Blora, sejak 20 Mei 2013 lalu.
Tapi hingga saat ini ia masih bebas menghirup udara segar. Bahkan AW masih aktif menjabat Kepala Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Blora.
"Kejati Jateng mestinya tidak menunda-nunda penahanan terhadap tersangka korupsi. Termasuk tersangka atas nama AW," kata Koordinator Lembaga Pemantau Penyelenggara Pembangunan Daerah (LP3D) Joko Supratno kepada wartawan di Semarang, Kamis (28/11/2013).
Dikatakannya, semakin mengulur-ulur waktu penahanan tersangka korupsi, maka akan rentan muncul hambatan. "Tersangka bisa saja kabur. Apalagi tersangka AW tidak lama lagi akan pensiun dari pegawai negeri sipil," tandasnya.
Selain itu, tersangka rentan menghilangkan barang bukti. Sebab, AW saat ini aktif dan mengendalikan kantor Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olahraga. Tentu saja baik sekolah-sekolah, maupun pejabat-pejabat yang terkait dengan perkara tersebut masih dalam kekuasaan dan kendalinya. "Jelas, hal itu sangat dimungkinkan tersangka bisa menghilangkan bukti-bukti," katanya.
Joko Supratno menyebut, saat ini, kondisi pengadaan barang jasa di Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Blora cenderung semakin parah. "Pengadaan barang dan jasa dilakukan secara tertutup. Misalnya perencanaan umum pengadaan barang jasa baru diumumkan menjelang tahun anggaran 2013 berakhir," katanya.
Alhasil, banyak paket kegiatan pengadaan tidak diumumkan kepada publik sebagaimana diwajibkan dalam Perpres tentang pengadaan barang jasa pemerintah.
Masyarakat mengharapkan adanya perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before the law). "Seseorang yang disangka maling kayu saja, begitu ditetapkan sebagai tersangka langsung ditahan. Lantas kenapa seorang yang dipercaya menjadi pejabat daerah dan diduga maling uang negara kok tidak ditahan?" ujarnya mempertanyakan.
Penetapan AW sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (Sprindik) No 14/O.3/Fd.I/05/13 tertanggal 20 Mei 2013 yang ditandatangani langsung Kejati Jateng Arnold BM Angkauw.
"Masyarakat butuh kepastian penanganan perkara. Bukan sebaliknya perkara di-peti-eskan," tandas Joko.
Mesti segera ditindaklanjuti agar bisa dilakukan pengembangan penyelidikan untuk mencari siapa saja pejabat atau orang-orang yang patut diduga terlibat dalam kasus tersebut.
"Sangat besar kemungkinan, proyek pengadaan barang jasa melibatkan pihak lain. Penyidik juga bisa melakukan pengembangan terkait adanya kemungkinan pelanggaran UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan tersangka," katanya.
Pada saat awal penyelidikan, sejumlah kepala sekolah yang menerima bantuan buku tersebut sempat dipanggil ke Kejari untuk dimintai keterangan. Saat itu para kepala sekolah juga membawa buku yang dia terima sebagai contoh dalam proses pemeriksaan. Dari pemeriksaan inilah diduga ada temuan terkait dugaan penyimpangan pengadaan buku.
Dalam sprindik itu juga disebutkan AW disangka melanggar UU No 31 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU No 20 Tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Peran AW dalam kasus ini sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK). AW saat itu menjabat sebagai Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Kabid Dikdas) Dindikpora Blora. (G-15/LSP) (rs-infoblora | kontributor : Abdul Mughis LawangSewu Post)
1 komentar:
Tapi PGRI.LSM dan guru2 blora podo menengwae kok P.Joko padahal dach jadi tersangka mungkin ngak ganggu proses belajar mengajar kali ya ???? P.Ahmad Wardoyonya khan mudah klo dimintai ttd,konsul dll pokoke dititipke wong diknas plg dach beres
Posting Komentar