![]() |
Komisi VII DPR RI Satya W Yudha saat berkunjung di Kecamatan Cepu Senin, (25/11) lalu. |
”Persoalan ini juga menjadi perhatian kami. Pemerintah harus memerhatikan DBH pengeboran
minyak di wilayah Blora dan sekitarnya," ujar Komisi VII DPR RI Satya W Yudha saat berkunjung di Kecamatan Cepu Senin, (25/11) lalu.
Anggota Komisi yang menangani soal energi itu menyebutkan, selama ini pembagian DBH masih berdasarkan daerah penghasil minyak dan gas bumi yang ditandai dengan mulut sumur. Selalu muncul persoalan ketika lokasi penambangan berada di lintas provinsi, seperti yang terjadi di Blora Provinsi Jateng dan Bojonegoro Provinsi Jatim.
”Kami meminta pembagian DBH berdasarkan cadangan migas yang ada. Saya kira itu lebih adil," tambahnya.
Saat ini, kata dia, komisinya sedang fokus untuk menggarap revisi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. Namun, UU tersebut tidak mengatur khusus persoalan DBH, karena soal DBH diatur dalam UU yang mengatur dana perimbangan keuangan yang ada di Kemenkeu. UU soal migas akan mengatur kembali soal kontraktor migas dan bentuk kontrak kerjasama yang dilakukan kontraktor migas dengan pemerintah.
Satya menyatakan, hubungan antara kontraktor migas dan pemerintah adalah hubungan bisnis. Hanya dalam UU lama tersebut, ada beberapa hal yang perlu disempurnakan. Meski demikian, sebagai wakil rakyat yang menangani soal energi, DBH dan posisi daerah penghasil migas menjadi perhatian, karena selama ini masih belum menerima haknya dengan maksimal.
”Soal DBH misalnya, pemerintah daerah masih belum menerima tepat waktu dan tepat jumlah. Kemenkeu, sering membayar DBH untuk daerah telat. Selain itu, pemerintah belum transparan dalam penghitungan DBH. Ini sebenarnya penting untuk dilakukan," jelasnya.
(rs-infoblora | kontributor : Sumarni murianews.com)
0 komentar:
Posting Komentar