![]() |
Bupati Blora H.Djoko Nugroho (kemeja putih) menjadi salah satu pembicara dalam rapat berkala Kehumasan Jabanusa 2016. (foto: andi-infoblora) |
Dengan mengangkat tema “Dukungan Perizinan Pusat dan
Daerah untuk Percepatan Kegiatan Hulu Migas”, Bupati H.Djoko Nugroho menegaskan
bahwa hingga kini proses perizinan kegiatan migas di Blora cukup singkat.
Pasalnya Pemkab Blora telah melaksanakan instruksi Presiden terkait
penyederhanaan prosedur perizinan di segala bidang khususnya migas baik di
tingkat pusat maupun daerah.
“Pusat, Daerah, dan SKK Migas ketiganya adalah
pemerintah. Sehingga hanya diperlukan sinkronisasi komitmen untuk mewujudkan
percepatan eksplorasi dan eksploitasi hulu migas dengan dibarengi
penyederhanaan proses perijinan,” ucap Bupati H.Djoko Nugroho di depan peserta
rapat SKK Migas Jabanusa.
Bupati menjelasnkan bahwa tata cara pemerintah daerah
Kabupaten Blora dalam mendukung proses percepatan kegiatan hulu migas di daerah
adalah dengan menerima secara baik KKKS/investor dengan melibatkan seluruh
unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), SKPD terkait beserta Camat
sekaligus Kepala Desa setempat untuk melaksanakan rapat bersama guna memenuhi
percepatan proses perijinannya.
![]() |
Pembukaan rapat berkala Kehumasan SKK Migas Jabanusa di Denpasar Bali dihadiri Bupati Blora dan Budayawan Emha Ainun Najib. (foto: andi-infoblora) |
Bupati Blora juga sepakat dengan menghilangkan
kebijakan aturan pusat mengenai kewajiban pajak & retribusi dalam proses
perijinan migas yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat.
Selain Bupati Blora, pembicara lainnya dalam acara
rapat tersebut adalah Kustanta Direktur Rencana Penggunaan dan Pembentukan
Wilayah Pengelolaan Hutan Kementerian KLH, Yulio T Direktur Bidang Deregulasi
Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Budi Agustiono
Sekretaris SKK Migas serta Emha Ainun Najib tokoh nasional sekaligus budayawan
Indonesia.
Diketahui bersama, masalah perizinan yang berbelit mengenai kegiatan migas di Indonesia memang terus menjadi sorotan. Sementara masih ada 341 perizinan yang tersebar di 17 instansi di berbagai departemen pemerintah pusat dan daerah.
Selain terhambat masalah perizinan, kegiatan industri migas juga terhambat pembebasan lahan. Tak ayal, jeda waktu antara penemuan cadangan baru sampai tahap produksi minyak dan gas di Indonesia rata-rata masih melampui 10 tahun. Bahkan ada yang membutuhkan waktu 18 tahun untuk bisa memproduksi.
“Padahal, kontrak KKKS hanya 30 tahun. Karena itulah kini sebagian besar di antara mereka, karena itulah banyak KKKS yang kemudian mengajukan perpanjangan kontrak karena merasa waktu mereka habis untuk mengurus izin dan membebaskan lahan,” kata Sekretaris SKK Migas Budi Agustiono didampingi Kepala SKK Migas Jabanusa Ali Masyhar, Kamis (28/7).
Untuk mempercepat perizinan dalam industri hulu migas, Kelompok Kerja Formalitas SKK Migas telah mengusulkan mengurangi pintu perizinan, menyederhanakan dan mempercepat tata waktu lewat pembentukan tiga cluster perizinan.
Tiga cluster itu meliputi: kelompok perizinan tata ruang; kelompok perizinan lingkungan, keselamatan dan keamanan; kelompok perizinan penggunaan sumber daya dan infsrastruktur lainnya.
“SKK Migas melihat lewat penetapan tiga cluster itu percepatan perizinan bisa dilakukan secara efektif. Dalam usulan kami, Yang mengurus semua izin SKK Migas dan nanti akan langsung diserahkan pada BPKM untuk mendapatkan persetujuan. Usulan ini sudah mulai dibahas, mudah-mudahan bisa jadi solusi,” kata Didik S Setyadi, Kapokja Formalitas SKK Migas.
Didik mencontohkan, pada cluster perizinan tata ruang akan meliputi segala perizinan yang terkait dengan izin prinsip, izin lokasi, IMB dan izin penggunaan jalan. Sementara ckuster perizinan lingkungan, keselamatan dan keamanan akan meliputi izin gangguan (HO), UKL/UPL, Amdal, Izin pinjam pakai kawasan hutan, izin lingkungan , izin dumping , izin handak dll.
Sedangkan cluster perizinan penggunaan sumber daya dan infrastruktur lainnya akan meliputi, antara lain, izin pemanfaatan air sungai, izin perlintasan kereta api, dan izin perairan.
Satu hal yang harus dipahami oleh semua pemangku kepentingan, khususnya aparat negara, Lanjut Didik S Setyadi, kegiatan dalam industri hulu migas adalah kegiatan negara. Contoh paling sederhana, seluruh lahan yang diperuntukkan untuk mendukung kegiatan hulu migas tercatat sebagai aset milik negara.
“Jadi lahan-lahan yang dibebaskan dalam kegiatan hulu migas itu adalah aset negara. Tidak ada satupun negara di dunia, kegiatan negara harus mengurus perizinan pada penyelenggara negara. Semestinya, penyelenggara negara cukup melakukan koordinasi dan kemudian membuat Ketetapan,” katanya.
Sementara itu budayawan Emha Ainun Najib
menilai terlalu banyak aturan negara yang tidak jelas. Hal ini
disebabkan, karena setiap kata dalam aturan ditafsirkan bermacam sesuai dengan
kepentingan yang berujung pada pemujaan materi.
“Filosofi dasar negara Indonesia, Pancasila menekankan pada Keadilan Sosial Bagi Sekuruh Rakyat Indonesia. Faktanya, Indonesia menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan baru pemerataan. Situasi ini membuat banyak pemimpin berlaku sebagai Sudra, pemuja materi bukan Brahmana,” kata Cak Nun.
Pada pemimpin, kata Cak Nun, semestinya sadar bahwa hidup ini akan abadi. Sehingga mereka yang menyalahgunakan kekuasaan tidak akan bisa lari dari tanggungjawab.
“Hidup abadi itu benar, karena setelah mati nanti hidup lagi, maka hati-hati. Surga Neraka itu serius. Abadinya Tuhan dan manusia tentu berbeda. Karena itu semestinya semua pemimpin menjalankan tugas kepemimpinan dengan benar yakni mengayomi rakyat. Menyatu dengan rakyat sebagaimana konsep Manunggaling kawula lan Gusti,” tegas Cak Nun. (rs-infoblora)
“Filosofi dasar negara Indonesia, Pancasila menekankan pada Keadilan Sosial Bagi Sekuruh Rakyat Indonesia. Faktanya, Indonesia menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan baru pemerataan. Situasi ini membuat banyak pemimpin berlaku sebagai Sudra, pemuja materi bukan Brahmana,” kata Cak Nun.
Pada pemimpin, kata Cak Nun, semestinya sadar bahwa hidup ini akan abadi. Sehingga mereka yang menyalahgunakan kekuasaan tidak akan bisa lari dari tanggungjawab.
“Hidup abadi itu benar, karena setelah mati nanti hidup lagi, maka hati-hati. Surga Neraka itu serius. Abadinya Tuhan dan manusia tentu berbeda. Karena itu semestinya semua pemimpin menjalankan tugas kepemimpinan dengan benar yakni mengayomi rakyat. Menyatu dengan rakyat sebagaimana konsep Manunggaling kawula lan Gusti,” tegas Cak Nun. (rs-infoblora)
0 komentar:
Posting Komentar