Memasuki Musim Kemarau, Penjual Daun Jati Mulai Kena Dampak

Beberapa penjual daun jati memanggul hasil pencariannya untuk dijual ke Pasar Jepon. Di Blora daun jati banyak
digunakan sebagai pembungkus makanan.

BLORA. Daun jati tak bisa dipisahkan dari sisi lain mata pencaharian warga sekitar hutan di kawasan. Blora. Bertahun-tahun daun itu menjadi berkah, sebab selain untuk bungkus makanan masih ada manfaat lain dari daun jati.

Jika pohon jati bersemi, saat itulah para pencari daunjati mulai melirik sasaran mana yang akan menjadi penopang ekonomi keluarganya. Berbeda ketika musim kemarau, para pencari daun jati harus ekstra tenaga untuk mencarinya. Sebab, pada musim kemarau mereka kena dampak akibat daun pohon jati yang mengering.

Pengalaman puluhan tahun mencari daun jati membuat mereka hafal petak kawasan hutan yang masih menyisakan daun jati hijau saat kemarau. Namun untuk sampai ke tempat itu, mereka harus berjalan cukup jauh.

“Saat ini masih banyak daun yang hijau, tetapi nanti kalau sudah kemarau panjang, daun jati hijau segar susah didapat. Saya harus mencari dan berjalan lebih jauh ke dalam hutan atau kawasan lain,” ujar Tarsi, salah seorang pencari daun jati asal dusun Nglamping Desa Bogorejo.

Seikat daun jati dijual antara Rp50 ribu hingga Rp75 ribu. Itu untuk ikatan (besar) yang digendong dari rumah menuju pasar atau pelanggan tetapnya. Tetapi ada juga ikatan yang berisi beberapa lembar daun jati. Harganya berkisar Rp5 ribu rupiah.

“Kalau pas musim kemarau panjang, biasanya harga naik, karena daun sulit di dapat. Untuk bulan-bulan ini banyak warga yang butuh daun jati untuk keperluan hajatan atau sedekah bumi,” kata Karni, penjual dau jati di pasar induk Blora.

Ia mengatakan, dibutuhkan waktu sekitar tiga jam untuk memperoleh seikat (seukuran dekapan lengan tangan orang dewasa) daun jati sebelum akhirnya di bawa ke pasar tradisional atau pelanggan tetapnya. (Tg-DPPKKI | Jo-infoblora)