Pages

1 Agu 2014

Stok Janur Kuning Wilayah Blora Diprediksi Cukup Menjelang Tradisi Kupatan

Sarjo, salah seorang penjual janur kelapa asal Kecamatan Banjarejo
sepulang kulakan dari Kecamatan Pamotan, Kab. Rembang. (tt : Tg).
BLORA. Sejumlah pedagang di seputar pasar induk Blora menyatakan stok daun kelapa muda (janur kuning) cukup untuk kebutuhan warga yang akan merayakan tradisi "kupatan" pada H+7 Lebaran 2014. Kebutuhan janur kuning dikhawatirkan tidak bisa mencukupi warga yang ingin merayakan tradisi kupatan karena terus menurunnya jumlah pohon kelapa milik warga masyarakat setempat akibat serangan hama wang-wung.

"Hampir di seluruh wilayah Kabupaten Blora, sejak beberapa tahun lalu, pohon kelapa milik warga diserang hama wang-wung, kondisi tersebut sangat memprihatinkan, sehingga selalu muncul kekhawatiran tiap tahun jika menghadapi tradisi kupatan," kata Taufik Qurohman, salah seorang pemerhati tradisi kupatan asal Randublatung.   

Hasil pantaun di pasar induk dan pasar kecamatan, sejak H+1 Lebaran 2014, sudah mulai  berdatangan para pedagang janur kuning dari dalam dan luar Kabupaten Blora.

 "Yang pedagang dari dalam Blora biasanya membeli janur dari luar kabupaten," kata Yadi, salah seorang pedagang janur di pasar ril Blora, Selasa (29/07).

Menurut dia, selain diserbu para pedagang dari luar Blora, sejumlah warga setempat ada yang menjual janur kuning yang dipetik dari pohon kelapa sendiri. Biasanya masih aman dari serangan hama wang-wung.

"Untuk janur yang diambil warga dari pohon kelapa miliknya, rata-rata berdaun kecil karena pohonnya juga masih tergolong muda, dan belum pernah berbuah, tetapi dengan suplai dari pedagang luar daerah, kebutuhan bisa terbantu, dan saya yakin cukup untuk memenuhi kebutuhan warga yang akan kupatan," kata Diyono warga Tempuran.

Sarjo (54), salah seorang penjual janur kuning asal Kecamatan Banjarejo, di Blora, Selasa, mengatakan, untuk mensuplai  kebutuhan janur di wilayahnya, dia mengaku pergi ke Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang untuk kulakan janur kuning dengan diboncengkan sepeda motor.

"Dari Pamotan saya beli satu ikat Rp 16 ribu berisi seratus batang janur," kata Sarjo.

Rencananya, akan dijual kepada warga di wilayahnya Rp 25 ribu per ikat berisi seratus batang janur.

"Ambilnya juga jauh, kalau bisa ya saya tawarkan hingga Rp 25 ribu. Saya juga beli dari pohon milik warga, kemudian saya pasarkan kepada para pedagang dan pembeli di pasar, selain itu juga kami pasarkan kelotong ketupat yang sudah dianyam agar warga tidak repot," katanya. 

Pada kesempatan terpisah Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan DPPKKI Blora, Suntoyo menjelaskan tradisi kupatan di Blora merupakan bagian budaya yang berbeda dengan daerah lain, sebab pada hari yang sudah disepakati secara tradisi, hampir semua warga masyarakat asli Blora membikin ketupat.

"Kalau di daerah lain, pada saat Lebaran, ketupat disuguhkan sebagai menu kuliner, tapi di Blora lain, sebab pada H+7 Lebaran, secara serempak mereka baru membuat ketupat, terutama warga di pedesaan, kemudian mereka beramai-ramai menuju  ke pantai, seperti menuju ke daerah Rembang atau Jepara, dengan membawa bekal ketupat," katanya.

Ada anggapan, selain berwisata dengan perbekalan ketupat, mereka percaya, tujuan ke pantai adalah membuang sial.

"Ketupat itu tidak sekedar makanan, sebab ada nilai filosofis tinggi yang secara tidak langsung berhubungan dengan kehidupan religi masyarakat yang disimboliskan dengan anyaman janur kuning dengan beras di dalamnya," katanya.

Hanya saja, menurut dia, sebaiknya warga Blora cukup menikmati kupatan di wilayah setempat saja, seperti wisata waduk Tempuran, Greneng, Goa Terawang atau tempat wisata religi di Blora. (tg-DPPPKKI BLORA | Ms-infoblora)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kritik dan Saran serta masukan sangat berharga demi akuratnya informasi dalam portal infoblora.id ini.