Pages

22 Okt 2013

Pemkab Blora Memperjuangkan DBH Migas Blok Cepu Yang Berkeadilan

Setyo Edi, Kepala Dinas ESDM Kab.Blora
BLORA. Upaya-upaya selama ini yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Blora dalam memperjuangkan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dari Blok Cepu mendapatkan tanggapan yang beragam dari berbagai pihak.

Terakhir tanggapan dari staf ahli Deputi Pengendalian Operasi SKK Migas, Hamdi Zainal. SKK Migas sebagai operator migas sah-sah saja apabila ikut menanggapi perjuangan DBH yang sedang diperjuangkan Pemkab Blora, walaupun dari sisi regulator dan sisi usaha migas seperti dalam UU No.22 tahun 2001 dan PP tahun 2004 tentang usaha hulu migas, semestinya yang lebih tepat menanggapi adalah kementerian terkait seperti Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian lainnya termasuk DPR RI.

Dari sisi regulasi UU no.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dengan Pemerintah Daerah serta PP no.55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, Pemkab Blora melihat regulasi ini tidak mencerminkan azas keselarasan dan azas keadilan karena pembagian DBH Migas Blok Cepu hanya didasarkan pada letak mulut sumur.

Gambaran yang paling luas utuh dan detail bahwa selain pembatasan wilayah administrasi di permukaan tanah seperti batas wilayah desa, kabupaten, provinsi, negara dan laut, juga terdapat pembatasan yang jelas atas wilayah kuasa pertambangan yang berada di bawah permukaan tanah.

Sehingga dapat dibedakan dengan jelas dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum pembagian wilayah kerja pertambangan migas.

Adapun amanat UU no.33 tahun 2004 dalam memformulasi pembagian hasil untuk minyak bumi yakni 84,5 % untuk pusat dan 15,5 % untuk daerah, sedangkan untuk hasil gas bumi 69,5 % untuk pusat dan 30,5 % untuk daerah.

Dari 15,5 % hasil minyak bumi yang diserahkan ke daerah rinciannya adalah 3 % untuk Provinsi, 6 % untuk Kabupaten/Kota penghasil minyak, dan 6 % untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam satu provinsi dengan Kabupaten/Kota penghasil minyak.

Disini letak ketidak adilannya dan ketidak selarasannya dengan wilayah kerja pertambangan maupun wilayah kuasa pertambangan. Blora masuk dalam wilayah Blok Cepu, namun bukan satu provinsi dengan Kabupaten letak mulut sumur yang diproduksi (dalam hal ini Kabupaten Bojonegoro). Maka Kabupaten Blora tidak memperoleh dana bagi hasil minyak Blok Cepu tersebut.

Melihat porsi pembagian seperti diatas yang tidak mencerminkan azas keselarasan dan keadilan, karena Blora tidak masuk daerah penghasil Blok Cepu dan tidak satu provinsi dengan Kabupaten penghasil letak mulut sumur. Tapi disisi lain, Blora masuk dalam Participating Interest (PI) Blok Cepu. Hal inilah sebagai pendukung yang tepat dan akurat adanya pengakuan Blora sebagai daerah penghasil migas di Blok Cepu.

Ambil contoh Kabupaten yang letaknya jauh dari Kabupaten Bojonegoro seperti Banyuwangi, Sumenep, Jember dan lainnya. Karena kabupaten tersebut se provinsi dengan Kabupaten Bojonegoro, maka memperoleh DBH Migas Blok Cepu. Hal ini yang dianggap tidak berkeadilan.

Kalau dihadapkan dengan persoalan yang dihadapi Kabupaten Bontang dan Kertanegara dengan situasi di Blora dengan Bojonegoro jelaslah berbeda. Bontang dan Kertanegara berada dalam satu provinsi di Kalimantan Timur, sehingga dua wilayah ini sama-sama mendapatkan DBH. Sedangkan Kabupaten Blora dan Bojonegoro tidak berada dalam satu provinsi sehingga Blora tidak mendapatkan DBH Migas.

Masa kejayaan migas Kabupaten Bloramemang jauh sebelum kemerdekaan, yakni tahun 1893 di Kabupaten Blora dilakukan eksplorasi dan eksploitasi migas. Bahkan dalam catatan sejarah, pertama kali Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh.Hatta menggunakan kendaraan dan pesawat yang minyaknya diambil dari sumur minyak di Desa Ledok, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora.

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah sosiologi masyarakat dalam melihat perkembangan kemajuan kedua kabupaten yang bertetangga dekat dalam menikmati limpahan Dana Bagi Hasil (DBH) minyak dan gas bumi dari Blok Cepu.

Upaya-upaya yang dilakukan Pemkab Blora dalam memperjuangkan perolehan dana bagi hasil dari Blok Cepu adalah wajar sesuai dengan logika umu dan logika geologi serta logika yang umum jauh dari sekedar hasrat memaksakan kehendak, apalagi mengingkari dari rasa bersyukur atas limpahan sumber daya alam yang diberikan Tuhan Yang Maha Kaya di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Oleh : Setyo Edi, Kepala Dinas ESDM Kab.Blora - rs-infoblora)


1 komentar:

  1. Dear Kadi ESDM
    Klo usaha itu yang riil mas, jangan cuma opini.
    Rangkum pokok masalah, kasi alternatif solusi, lakukan action, catat hasilnya.
    Jika gagal lakukan lagi.
    Jangan cuma ngomong doang
    Trima

    BalasHapus

Kritik dan Saran serta masukan sangat berharga demi akuratnya informasi dalam portal infoblora.id ini.