![]() |
Seorang warga mengambil air bersih dari "belik" sumur kecil di tepi sungai lusi |
Sumur yang berkedalaman rata-rata 8-10 meter di setiap rumah kini tak lagi berair. Kalaupun masih menyisakan air, itu pun hanya cukup untuk keperluan memasak. ‘’Rata-rata di dusun ini setiap rumah ada sumurnya. Tapi ya itu tadi sekarang ini airnya kering karena tidak ada sumbernya,’’ ujar Warti (40), warga Desa Tutup, kemarin.
Harga Naik
Didampingi sejumlah warga lainnya, Warti menceritakan kesulitan mendapatkan air bersih dirasakan warga Tutup setiap tahun di musim kemarau. Padahal, Desa Tutup letaknya relatif tidak jauh dengan pusat Kota Blora, yakni tidak lebih dari lima kilometer. Sebagian permukiman warga di Dusun Tutup terletak di pinggir jalan desa yang masuk dari Jalan Raya Blora-Ngawen.
Menurut Warti, setiap tahun saat musim kemarau, ia dan warga lainnya harus menyediakan anggaran khusus untuk membeli air bersih. ‘’Musim kemarau tahun lalu saya membeli tidak kurang dari sembilan tangki air bersih (satu tangki kapasitas 5.000 liter-Red). Satu tangki air bersih tahun lalu harganya Rp 110.000,’’ ungkapnya.
Di musim kemarau tahun ini, lanjut Warti, harga satu tangki air bersih naik menjadi Rp 120.000. Air yang dipesannya dari salah seorang warga itu selanjutnya ditampung di sumur. ‘’Satu tangki cukup untuk maksimal tiga minggu. Itu pun penggunaannya harus dihemat,’’ katanya.
Bagaimana jika tidak mempunyai uang untuk membeli air? Marni, salah seorang warga lainnya menuturkan, warga harus rela mendapatkan air dari sumur yang dibuat di pinggir sungai atau belik. Jarak sumur itu dari peemukiman warga lumayan jauh, yakni sekitar lima kilometer. ‘’Itu pun kadang airnya keruh,’’ tandasnya. (rs-infoBlora | kontributor : Abdul Muiz-42,47 Suara Merdeka)
0 komentar:
Posting Komentar