INFOBLORA.ID - Di tengah derasnya bantuan pangan dari pemerintah untuk masyarakat, justru muncul fenomena yang bikin heboh di Blora. Beras bantuan ukuran 10 kilogram yang seharusnya dibagikan secara gratis kepada warga, justru dijual murah di pasar tradisional!
Peristiwa ini terpantau terjadi di Pasar Sido Makmur Blora, di mana sejumlah pedagang mengaku telah membeli beras bantuan pangan dari masyarakat penerima dengan harga yang sangat miring.
Sulasih, seorang pedagang beras, mengungkapkan bahwa dirinya telah membeli hingga 80 kilogram beras bantuan dari warga. Beras tersebut dibeli seharga Rp100.000 per karung atau hanya Rp10.000 per kilogram.
> "Saya beli 80 kilo. Dijual 100 ribu per karung. Satu kilonya 10 ribu," kata Sulasih, Jumat (1/8/2025).
Namun, menurut Sulasih, kualitas beras bantuan itu memang memprihatinkan. Banyak butiran rusak, berwarna menguning, dan bercampur menir. Karena itu, ia menjual kembali tanpa mengambil untung, tetap di harga Rp10.000/kg.
Ironisnya, harga beras di pasar masih tinggi. Pedagang lain, Fatonah, menyebutkan bahwa harga beras biasa mencapai Rp13.000/kg dan yang berkualitas bagus menyentuh Rp14.000/kg. Kesenjangan harga ini membuat praktik jual-beli beras bantuan makin mencolok.
Menyikapi hal ini, Pimpinan Cabang Bulog Pati, Nur Hardiansyah, langsung angkat bicara. Ia menyatakan bahwa tim Bulog akan segera turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan terhadap kualitas dan distribusi beras bantuan tersebut.
> "Menanggapi video yang beredar di media, tim kami akan segera mengecek di lapangan langsung untuk memastikan beras seperti apa," ujarnya.
Hardiansyah menegaskan bahwa beras bantuan melewati dua tahap pengecekan kualitas sebelum disalurkan. Jika ditemukan beras tidak layak konsumsi, masyarakat diminta segera melapor karena ada mekanisme penukaran.
> "Apabila beras yang disalurkan kepada masyarakat tidak sesuai standar, segera melaporkan kepada kami. Nanti akan kami ganti dalam waktu 2x24 jam," jelasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa beras bantuan dilarang keras untuk diperjualbelikan. Larangan ini bahkan tertulis jelas pada karung beras bantuan 10 kg.
> "Memang seharusnya beras bantuan tersebut dilarang untuk diperjualbelikan," tegas Hardiansyah.
FENOMENA INI MENYISAKAN TANYA: MENGAPA BANTUAN UNTUK MASYARAKAT JUSTRU BERAKHIR DI PASAR?
Apakah karena kualitas beras yang buruk? Atau karena kebutuhan ekonomi yang mendesak? Yang jelas, nilai bantuan kini berubah fungsi—bukan sebagai pangan, tetapi sebagai alat tukar.
0 komentar:
Posting Komentar