![]() |
Tradisi Bakda Kupat atau Kupatan banyak dilakukan umat muslim di Pulau Jawa pada tanggal 8 Syawal atau satu pekan setelah Idul Fitri. (foto: dok-ib) |
Bakda Kupat atau Kupatan bagi kaum
muslim di Jawa, termasuk Blora merupakan lebaran kedua setelah Idul
Fitri. Perayaan ini pada umumnya dilaksanakan pada tanggal 8 Syawal
atau sepekan setelah Idul Fitri. Jika Idul Fitri merupakan lebaran
pertama setelah sebulan berpuasa ramadan, maka Bakda Kupat adalah
lebaran kedua setelah satu pekan berpuasa sunah syawal.
Dalam perayaan ini, masing-masing
keluarga membuat dan menyajikan makanan kupat atau ketupat lengkap
dengan sayurnya. Ada juga yang dilengkapi dengan lepet, lontong,
bahkan lupis.
Khusus di Kabupaten Blora, sejak pagi
di tanggal 8 Syawal 1439 H atau 22 Juni 2018 itu masing-masing
keluarga membawa menu kupat nya dalam sebuah tampah atau baskom
menuju musholla atau masjid terdekat. Mereka berkumpul untuk berdoa
seraya bersyukur kepada Allah SWT karena sudah selesai melaksanakan
puasa syawal.
Wujud syukur itu diwujudkan dengan
hidangan kupat sayur yang selanjutnya dimakan bersama-sama. Ada pula
yang diantarkan kepada para tetangga dan sudara sebagai bentuk
penghormatan dan rasa saling mengasihi.
![]() |
Makan kupat bersama di serambi masjid. |
Jika menilik sejarah dan filosofi Bakda
Kupat dari berbagai sumber, tradisi ini pertama kali diajarkan oleh
salah satu Wali Songo, penyebar agama Islam di pulau Jawa yakni Raden
Mas Sahid atau yang biasa disebut dengan Sunan Kalijaga di masa
Kerajaan Demak.
Dimana Sunan Kalijaga membudayakan 2
kali Bakda, yaitu Bakda Idul Fitri dan Bakda Kupat. Bakda Kupat
dimulai seminggu sesudah Idul Fitri. Pada hari yang disebut Bakda
Kupat tersebut, di tanah Jawa waktu itu hampir setiap rumah terlihat
menganyam ketupat dari daun kelapa muda. Setelah selesai dianyam,
ketupat diisi dengan beras kemudian dimasak. Ketupat tersebut
diantarkan ke kerabat yang lebih tua, sebagai lambang
kebersamaan.
Dalam filosofi Jawa, ketupat lebaran bukanlah sekedar hidangan khas hari raya lebaran. Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan dan Laku papat artinya empat tindakan.
Ngaku Lepat
Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang Jawa. Prosesi sungkeman yakni bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon ampun, dan ini masih membudaya hingga kini. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain, khusunya orang tua.
Laku Papat
Laku papat artinya empat tindakan dalam perayaan Lebaran.
Empat tindakan tersebut adalah:
Dalam filosofi Jawa, ketupat lebaran bukanlah sekedar hidangan khas hari raya lebaran. Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan dan Laku papat artinya empat tindakan.
Ngaku Lepat
Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang Jawa. Prosesi sungkeman yakni bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon ampun, dan ini masih membudaya hingga kini. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain, khusunya orang tua.
Laku Papat
Laku papat artinya empat tindakan dalam perayaan Lebaran.
Empat tindakan tersebut adalah:
- Lebaran, bermakna usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Berasal dari kata lebar yang artinya pintu ampunan telah terbuka lebar.
- Luberan, bermakna meluber atau melimpah. Sebagai simbol ajaran bersedekah untuk kaum miskin. Pengeluaran zakat fitrah menjelang lebaran pun selain menjadi ritual yang wajib dilakukan umat Islam, juga menjadi wujud kepedulian kepada sesama manusia.
- Leburan, maknanya adalah habis dan melebur. Maksudnya pada momen lebaran, dosa dan kesalahan kita akan melebur habis karena setiap umat Islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.
- Laburan, berasal dari kata labur atau kapur. Kapur adalah zat yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain.
Sedangkan filosofi dari ketupat
atau kupat itu sendiri.
- Mencerminkan beragam kesalahan manusia.
Hal ini bisa terlihat dari rumitnya bungkusan ketupat ini. - Kesucian hati.
Setelah ketupat dibuka, maka akan terlihat nasi putih dan hal ini mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan dari segala kesalahan. - Mencerminkan kesempurnaan.
Bentuk ketupat begitu sempurna dan hal ini dihubungkan dengan kemenangan umat Islam setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak Idul Fitri. - Karena ketupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan, maka dalam pantun Jawa pun ada yang bilang KUPAT SANTEN, Kulo Lepat Nyuwun Ngapunten (Saya Salah Mohon Maaf).
Jay Akbar di majalah Historia edisi
Agustus 2010 pernah mengutip pendapat H.J. de Graaf dalam Malay
Annals. Menurut Graaf, ketupat merupakan simbol perayaan hari raya
Islam pada masa pemerintahan Demak di bawah Raden Patah awal abad
ke-15. Kulit ketupat yang terbuat dari janur berfungsi untuk
menunjukkan identitas budaya pesisiran yang ditumbuhi banyak pohon
kelapa. (rs-infoblora)
0 komentar:
Posting Komentar