Wabup H.Arief Rohman melihat batik tulis karya ibu-ibu Desa Sumber Kecamatan Kradenan. (foto: rs-infoblora) |
Letak Desa Sumber yang jauh dari pusat
kota Kabupaten memang menjadi kendala tersendiri bagi ibu-ibu ini
untuk menjual produk hasil karyanya. Jarwati selaku koordinator
perajin batik di Desa Sumber mengaku penjualan produknya hanya
dititipkan di salah satu homestay yang berada di Cepu. “Kalau hanya
dijual di desa ya sepi mas. Kami memang butuh bantuan pemasaranm,”
ucapnya.
Berawal dari pelatihan membatik yang
digelar melalui Coorporate Social Responsibility (CSR)
Pertamina beberapa tahun lalu, kelompok batik Manggar dibawah
koordinator Ibu Jarwati ini memang ingin mengembangkan usahanya agar
bisa dikenal masyarakat umum.
Rudianto (tiga dari kiri) mahasiswa desain batik yang mendmpingi pengembangan motif batik ibu-ibu di Desa Sumber sedang memberikan penjelasan kepada Wakil Bupati. (foto: rs-infoblora) |
“Batik ini harus bisa dikembangkan
agar bisa dijadikan salah satu usaha unggulan desa yang melibatkan
warga, khususnya ibu-ibu. Motifnya juga harus motif khas desa sini
agar beda dengan batik lainnya. Kekurangan alat produksi coba didata,
nanti saya bantu carikan CSR dari Pertamina atau PGN mengingat Desa
Sumber merupakan ladang gas negara,” ujarnya.
Adapun untuk pemasaran, Wabup akan
menggandeng persatuan pengusaha hotel yang tergabung dalam PHRI
Kabupaten Blora untuk bisa menyediakan space kecil di masing-masing
lobbi hotel guna memamerkan produk-produk kerajinan seperti batik
ini.
“Dengan dipamerkan di hotel-hotel
yang ada di Blora maupun Cepu maka batik akan bisa dikenal para tamu
dari luar kota untuk kenang-kenangan. Nanti saya hubungkan dengan
para pengusaha hotel,” lanjutnya sambil membeli 5 helai kain batik.
Tidak hanya itu, ia juga meminta
perajin aktif mempromosikan batiknya melalui media sosial. Maraknya
penggunaan media sosial harus bisa dimanfaatkan untuk menjual produk
kerajinan. Ia mencontohkan batik Blora Nimas Barokah yang ada di
Kelurahan Beran bisa dikenal masyarakat luas hingga Gubernur juga
karena media sosial.
Mendengar arahan Wabup, Jarwati beserta
5 anggota kelompok pembatiknya menyatakan kesiapannya untuk terus
mengembangkan usahanya. Ia mengaku saat ini perajinnya semua adalah
ibu-ibu rumah tangga yang setiap hari berkumpul setelah memasak dan
bersih-bersih rumah.
“Kekurangan alat memang iya, kami
awalnya hanya berlatih warna alam. Namun kini mencoba warna kimia
dengan remasol. Jika difasilitasi bantuan alat, kami juga ingin
mengembangkan batik cap agar memiliki banyak varian,” bebernya.
Dalam hal pengembangan motif, kelompok
Manggar ini juga didampingi Rudianto, seorang mahasiswa desain batik
asli desa Sumber yang kini masih kuliah di Solo. Pemuda ini bersedia
melakukan pendampingan dalam hal pengembangan motif dan pewarnaan
agar batik dari Desa Sumber bisa lebih berkualitas dan menarik.
(rs-infoblora)
0 komentar:
Posting Komentar