Namun nampaknya suara masyarakat tersebut tidak
mendapatkan respon cepat dari kalangan dewan anggota DPRD Kabupaten Blora yang
kini merupakan wakil rakyat. Hal tersebut dilihat dari molornya pembahasan
rancangan peraturan daerah (ranperda) tempat hiburan malam yang di dalamnya
mengatur tentang pendirian kafe dan karaoke serta sanksinya.
“Sejak tahun 2015 kemarin, ranperda tempat hiburan
malam yang mengatur kafe dan karaoke beberapa kali dibahas. Namun setiap akan
disahkan menjadi perda, selalu saja tidak kuorum. Ada saja anggota yang tidak
hadir dengan berbagai alasan sehingga pengesahan terus tertunda-tunda hingga
tahun ini. Tidak ada kekompakan,” jelas Jariman, anggota Fraksi PPP yang getol
memperjuangkan ranperda tersebut.
Kedepan dirinya akan terus memperjuangkan agar
ranperda tempat hiburan malam bisa secepatkan disahkan agar penertiban kafe dan
karaoke liar bisa ditegakkan. Karena menurutnya selama ini dalam melakukan
penertiban, Satpol PP tidak memiliki payung hukum yang kuat.
“Saya heran, apa diantara anggota DPRD ini ada yang
takut kehilangan tempat nyanyi atau gimana. Padahal sudah jelas banyak warga
yang menolak,” tegasnya, kemarin.
Sementara itu Kepala Satpol PP Blora, Sri Handoko
mengakui dalam melakukan penertiban atau penutupan kafe dan karaoke selalu
kesusahan. Bahkan bisa dikatakan kucing-kucingan dengan pemilik usaha kafe.
“Kami dalam melakukan penertiban hanya berdasar
peraturan Bupati (perbup). Dimana perbup tidak bisa digunakan untuk memberikan
hukuman atau sanksi, hanya teguran administratif. Memang perlu payung hukum
yang jelas seperti perda agar penertiban bisa dilakukan secara serius,”
ungkapnya.
Sedangkan Siswanto, Ketua Badan Legislasi (Banleg)
DPRD Blora menyatakan bahwa ranperda tempat hiburan malam telah masuk agenda
pembahasan tahun 2016. “Ranperda itu sudah masuk program legislasi daerah
(prolegda) tahun 2016. Semoga nanti bisa segera dibuat jadwal pembahasannya,”
ujar Siswanto. (jo-infoblora)
0 komentar:
Posting Komentar