Home » , , » Perlunya Internalisasi Karakter Berbasis Kearifan Lokal Blora dalam Dunia Pendidikan

Perlunya Internalisasi Karakter Berbasis Kearifan Lokal Blora dalam Dunia Pendidikan

infoblora.id on 8 Okt 2014 | 03.00

Yanuri Natalia Sunata
Di dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah karakter, tetapi sebagian dari kita belum tahu apa makna yang sebenarnya dari kata tersebut. Menurut Hornby dan Parnwell (1972:49), secara harfiah karakter adalah “kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi”. Sedangkan, menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Jika kita mencermati lebih dalam, sebenarnya karakter sudah ada dalam diri manusia, tetapi yang membedakan yaitu prosesnya di dalam mengasah dan membina dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan yang ditanamkan sejak dini akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu itu selanjutnya.

Pada zaman dahulu, ketika di Indonesia memiliki Sekolah Rakyat (SR), sebenarnya konsep pendidikan karakter sudah ada dan diberlakukan, misalnya seorang anak harus memotong kuku dan tak segan-segan akan dipukul tangannya jika melanggar itu, sehingga sikap patuh dan disiplin tertanam kuat. Seperti itulah contoh kecil dari penanaman pendidikan karakter ketika itu. Di masa sekarang ini, output pendidikan yang semestinya mampu menghasilkan pioner-pioner sebagai generasi penerus bangsa, banyak yang masih minim kualitas dan karakternya.

Untuk itu sebuah pendidikan harus mampu menjadi pengarah dan semacam social control yang baik bagi siswa. Tidak hanya mengedepankan aspek kecerdasan intelektual saja, tetapi lebih dari itu harus mengkombinasikan dengan ranah yang lain, yaitu kecerdasan emosi dan spiritual. Ketiga ranah kecerdasan tersebut merupakan suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan satu sama lain dan saling terkait.

Dalam dunia pendidikan tentunya kita mengenal sosok pahlawan Ki Hajar Dewantoro dengan tiga pilar pendidikannya, yaitu :
            “Ing ngarsa sung tuladha
              Ing madya mbangun karsa
             Tut wuri handayani”

Tiga pilar ini merupakan sebuah filosofi yang tepat untuk diselaraskan dengan konsep pendidikan karakter. Karena dalam mewujudkan sebuah pendidikan karakter yang bermutu dibutuhkan sebuah keteladanan dan konsep kesadaran diri. Obsesi membentuk manusia yang berkarakter harus dimiliki oleh orang tua, guru, dan pemimpin. Pihak-pihak ini diharapkan mampu menciptakan suatu situasi psikologis dan sugesti yang nyaman pada suatu individu dalam proses internalisasi nilai dan budaya. Selain itu, sikap keteladanan, pembiasaan bertingkah laku baik merupakan strategi yang dapat digunakan dalam menumbuhkembangkan karakter dan kepribadian yang positif pada individu dan terlebih pada bangsa.

Dalam konteks pendidikan di Blora, untuk mewujudkan pedidikan yang bermoral dan berkualitas maka peran sentral guru menjadi keharusan. Guru harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa untuk membentuk karakter yang positif melalui pembelajaran dan aktivitas belajar lainnya.

Ada berbagai cara untuk menginternalisasi nilai karakter dalam pendidikan. 
Pertama, pendidikan karakter akan lebih mudah diserap jika nilai-nilai karakter yang disampaikan terdapat muatan  kearifan lokal. Nilai-nilai kearifan lokal lebih mudah diterima siswa karena lebih dekat dengan lingkungan dimana siswa itu tinggal. Keragaman budaya dan tempat wisata di Blora banyak memunculkan nilai-nilai kearifan lokal yang seharusnya dioptimalkan melalui proses internalisasi nilai-nilai kearifan lokal ke dalam pendidikan. Siswa dapat diajak untuk berwisata (study tour) budaya dan tempat wisata di Blora, seperti di Kampung Samin Karangpace Klopodhuwur. Nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang adiluhur dari ajaran sikep dapat diinternalisasi dalam pembelajaran siswa. Guru juga dapat mengajak siswa untuk melihat pertunjukan seni barongan Blora. Guru dapat menugaskan siswa untuk memahami sifat-sifat kerakyatan masyarakat Blora seperti  kekeluargaan, kesederhanaan, kompak, dan keberanian yang tercermin dalam seni pertunjukan barongan. Penanaman karakter melalui langkah di atas secara tak langsung juga dapat mempromosikan wisata budaya di Kabupaten Blora.

Kedua, kearifan lokal Blora dapat diinternalisasi dengan memasukkan konten kearifan lokal ke dalam kurikulum di sekolah. Hal tersebut sebagai usaha dalam rangka mewujudkan pendidikan karakter serta mendukung pelestarian kearifan lokal Blora. Kurikulum di sini lebih pada penerapan atau kurikulum yang tidak tertulis. Kurikulum ini dapat berisikan nilai, norma, dan kepercayaan atau keyakinan dalam kearifan lokal Blora yang diimplementasikan baik di dalam kelas maupun di lingkungan sosial siswa. Guru harus pandai memasukkan nilai-nilai kearifan lokal dalam setiap pembelajaran secara eksplisit maupun implisit. Misalnya, membiasakan siswa saling bergotong-royong dalam berbagai aktivitas, menerapkan pembelajaran kontekstual dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan budaya setempat atau lokasi wisata di Blora. Hal tersebut sejalan dengan ruh kurikulum 2013 yang menekankan pada pembelajaran kontekstual.

Ketiga, Dinas Pendidikan setempat dapat bekerja sama dengan penggiat wisata atau kebudayaan dan masyarakat di Kabupaten Blora. Hal tersebut dapat menjalin komunikasi dalam rangka menginternalisasi nilai kearifan lokal dalam pendidikan. Pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan dapat mengadakan suatu kesepakatan yang bersifat teknis. Selain itu, pemerintah dapat merumuskan kebijakan di lingkungan pendidikan setempat mengenai pentingnya memahami dan menginternalisasi nilai kearifan lokal dalam pendidikan dan menjadikannya sebagai model pembentukan karakter siswa.

Keempat, pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dapat bekerja sama untuk mencetak sebuah bacaan/referensi bagi siswa yang berisi tentang berbagai nilai kearifan lokal dalam budaya dan wisata di Kabupaten Blora. Hal ini dapat memudahkan siswa untuk memahami budaya daerahnya melalui kegiatan membaca yang dapat diakses di perpustakaan sekolah maupun daerah.

Berbagai cara di atas tidak dapat berjalan lancar jika tak ada dukungan dari Pemerintah Daerah (Pemda). Dukungan dari pemda dapat berupa materi dan moril. Oleh karena itu, diperlukan sebuah sinergi dari berbagai stakeholder terkait untuk menginternalisasi kearifan lokal dalam pendidikan. Dengan demikian pengetahuan mengenai nilai-nilai budaya atau kearifan lokal tidak hanya diketahui oleh tokoh-tokoh masyarakatnya atau tersimpan di arsip Dinas Kebudayaan dan Pariwisata saja, tetapi juga dapat dipahami dan diserap oleh siswa sejak dini dalam dunia pendidikan. 

Oleh : Yanuri Natalia Sunata, editor buku, Ds. Gayam Rt.02/02  Kecamatan Bogorejo, Blora.
Share this article :

0 komentar:


 
Copyright © 2013. infoblora.id - All Rights Reserved