![]() |
Kajari Blora, Moch Djumali. |
BLORA. Kejaksaan Negeri
(Kejari) Blora telah menyelesaikan penyidikan satu tersangka, dalam kasus
dugaan penyimpangan proyek pengadaan tanah kantor pengadilan agama (PA)
setempat. Kasus yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,3 miliar dengan
tersangka Sumadi itu, saat ini tinggal telaah akhir dari jaksa peneliti. Sumadi
sendiri, sudah diperiksa sebagai tersangka sebanyak dua kali.
”Berkas penyidikannya sudah rampung. Sekarang tinggal telaah
akhir dari jaksa peneliti,” kata Kajari Blora Mochamad Djumali, Selasa (21/10)
kemarin.
Dia mengatakan, pihaknya langsung membentuk tim jaksa penuntut
umum (JPU) yang akan mengikuti proses persidangan kasus tersebut. Menurut dia,
penyidikan kasus itu segera diselesaikan, karena target tahun ini sudah masuk
persidangan.
”Koordinator tim jaksa peneliti, yaitu Pak Doyo segera mutasi.
Sehingga, kasus yang ditangani segera diselesaikan. Sekarang, tinggal
melimpahkan ke pengadilan saja,” jelasnya.
Djumali menyatakan, dalam kasus yang disidik sejak 2008
tersebut, sebetulnya ada empat orang tersangka. Namun, hanya Sumadi yang sudah
selesai berkas penyidikannya. Sedangkan tiga tersangka lainnya, masih dalam
proses.
”Tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Dia dinilai melanggar
undang-undang tentang korupsi. Karena masuk tindak pidana korupsi, maka
dilimpahkan ke pengadilan Tipikor di Semarang,” terang mantan kajari Sintang,
Kalimantan Barat itu.
Djumali menjelaskan, selama dalam tahap penyidikan, tersangka
Sumadi tidak dilakukan penahanan. Namun, dia tidak menjamin selamanya pejabat
PA Sragen itu tetap bebas. Sebab, kemungkinan dilakukan penahanan tetap
ada.
”Salah satu pertimbangannya adalah, sidang dilaksanakan di
Semarang, sedangkan tersangka dinas di Sragen. Jadi, dimungkinkan cukup sulit
koordinasi. Selain itu, tidak menjamin setiap sidang Sumadi bisa hadir,”
ujarnya.
Sementara, Sumadi saat dikonfirmasi melalui penasehat hukumnya,
Pujianto menyatakan, selama ini kliennya bersikap kooperatif. Mengenai
kemungkinan ditahan atau tidak, Pujianto tidak bisa menegaskan. ”Itu
kewenangan penyidik. Kita selalu koorperatif dan siap,” ucapnya.
Diketahui, kasus tersebut dilaporkan ke Kejari Blora pada
Oktober 2008. Saat itu, kejari langsung mengkaji laporan tersebut dan
menyelidikinya. Pengadaan tanah seluas sekitar 5.000 meter persegi di Desa
Seso, Kecamatan Jepon dinilai terlalu mahal. Tanah itu dibeli PA Blora seharga
Rp 470 ribu per meter persegi, padahal, tanah lain yang lokasinya bersebelahan
hanya seharga Rp 250 ribu per meter persegi.
Dari sini diduga ada permainan
harga oleh panitia pengadaan tanah yang merugikan negara. (Aries-Murianews | rs-infoblora)
0 komentar:
Posting Komentar