![]() |
Staf Humas dan Protokol Setda Blora mengenakan seragam samin. |
Seperti yang terlihat di Bagian Humas dan Protokol Setda Blora, seluruh staf humas itu mengenakan baju samin. Penggunaan pakaian samin sebagai seragam itu sehubungan dengan adanya instruksi yang sudah ditetapkan hari pemakaiannya.
”Semua staf humas sudah mengenakan baju samin di kantor untuk hari pertama di bulan pertama kebijakan mengenakan baju samin,” kata staf humas, Mariyati saat ditemui di kantornya.
Sementara itu Umiyati, staf Bidang Kepegawaian dan Tata Laksana Pemerintah Kabupaten Blora yang dalam penggunaan mode baju samin berbeda dengan mode baju samin aslinya. "Mungkin aslinya baju samin yang laki-laki tidak ada kerah lehernya, kemudian kini dimodif untuk dibikin kerah berdiri seperti kerah cina. Dan untuk yang perempuan agar lebih sopan bagian dada lebih tertutup tidak seperti baju kebaya pada jaman dulu," ujarnya.
Pemkab Blora sudah secara resmi mengeluarkan surat edaran penggunaan pakaian Samin untuk seragam kerja pegawai. Hal itu berdasar pada Surat bernomor 061/561 yang ditandatangani Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Setda), Sutikno Slamet sebagai pedoman bagi para PNS dan pegawai honorer yang akan mengenakan pakaian samin.
Dalam instruksi itu disebutkan penggunaan pakaian samin yang selama ini dipakai pada hari Jumat diubah menjadi Kamis. Pemakaiannya pun hanya sekali dalam satu bulan, yakni di pekan keempat dan mulai aktif di hari Kamis ke empat di bulan April ini.
Sutikno Slamet mengemukakan, keputusan penggunaan pakaian samin pada pekan keempat setiap bulan itu dengan mempertimbangkan sejumlah hal. Diantaranya terkait efektifitas waktu pemakaian. Selain itu, penggunaan pakaian batik dan bordir yang telah terlebih dahulu diberlakukan di Pemkab Blora.
''Kami rasa sudah proporsional. Biasanya setiap Jumat pegawai menggunakan pakaian olahraga. Jam kerja pada hari Jumat juga tergolong pendek. Karena itu kami putuskan pakaian Samin dikenakan pada hari Kamis,'' tandasnya.
![]() |
Beberapa Staf Tata Usaha Setda Blora kenakan pakaian samin. |
Makna Filosofi
Mengenakan
busana (pakaian) samin sebenarnya bukan sekadar memakainya. Hal itu
mengingat beberapa konsekuensi etik moral yang mengiringi, yang tentu
harus dipahami oleh pemakai busana itu. Tidak menutup kemungkinan di
antara PNS yang berbusana samin ada yang belum memahami ajaran Ki Samin
Surosentiko.
Pemahaman nilai-nilai yang diajarkan Ki
Samin bagi masyarakat Blora, khususnya PNS yang nantinya akan mengenakan busana
samin di setiap Kamis, menjadi penting supaya busana yang mereka kenakan itu tidak
sekadar simbol atau kebanggaan semu semata.
Samin
sejatinya merupakan ajaran (laku) kebajikan yang mudah dipahami. Hanya
pada tataran praksis kehidupan sehari-hari, awam tidak mudah memahami
kode etik-moral yang digariskan.
Mengapa disebut Samin? Jariman,
penganut ajaran Sikep di Desa Tanduran Kecamatan Kedungtuban, menjelaskan, ’’Diarani Samin, merga sing takon ya wong,
sing njawab yo wong. Dadi pada-pada, sami-sami amin.’’
Pernyataannya
itu memberi tafsir bahwa samin adalah ajaran yang menolak kastanisasi
dalam struktur masyarakat. Mendasarkan pada paham itu, tiap orang
sebenarnya berderajat sama. Pemahaman itu sama dengan nilai-nilai dalam
ajaran Islam, yang hanya menegaskan perbedaan itu hanya menyangkut kadar
ketakwaan kepada Tuhan.
Meski samin ajaran sederhana, tak semua
orang bisa mempraktikkan dalam keseharian. Umumnya, tamu berdasi dan
datang dengan mobil mewah, akan mendapatkan penghormatan berlebih
ketimbang tamu biasa.
Pemahaman itu tentu tidak senapas dengan
saminisme. Belum lagi berkait ajaran mengenai prinsip hidup orang yang
selalu ngugemi (berkomitmen) menghindari drengki, srei, panasten, dawen,
kemeren, nyiya-nyiya sepada, dan sebagainya.
Pramugi Prawiro, tokoh sedulur Sikep (Samin) dari Desa Sambongrejo Kecamatan Sambong mengungkapkan sistem sosial yang
dipegang teguh penganut Sedulur Sikep ini mengarah pada kebaikan
bersama. Masyarakat Samin senantiasa menjaga hubungan baik antara sesama
penganut Sikep (Samin) dan masyarakat lain, yang akhirnya sampai pada
pengakuan sebagai sedulur atau saudara.
Semua
itu masih sisi kecil dari ajaran Samin. Lainnya, penghargaan terhadap
lingkungan yang begitu tinggi, sehingga tidak mau mengeksploitasinya di
luar kadar yang diperlukan. Masih banyak hal (ajaran) Samin yang perlu
diinternalisasikkan kepada publik di Blora, khususnya PNS.
Harapannya dengan direalisasikannya seragam samin ini, selain mengingatkan masyarakat, terutama generasi muda,
akan tokoh besar yang dimiliki, kebijakan itu sekaligus
menginternalisasikan nilai-nilai yang diwariskan Samin Surosentiko itu sendiri.
Masyarakat pun memberikan apresiasi terhadap kebijakan ini. Semoga kebijakan seragam samin ini
bukan hanya simbol tanpa makna melainkan berdampak positif bagi jalannya
pemerintahan yang lebih baik, sesuai dengan nilai dan etik moral yang
diajarkan Ki Samin. (rs-infoblora | ali-rosidi)
0 komentar:
Posting Komentar