![]() |
Merana Sirine peninggalan Belanda yang kini menjadi penanda imsak dan buka ouasa di wilayah Kota Blora. (dok-ib) |
Salah satunya di Kota Blora ada suara
sirine yang menggema dan mulai akrab di telingan selama bulan
ramadhan. Bunyi sirine itu selalu dinantikan seluruh warga Blora
ketika menanti waktu berbuka.
Warga Blora dan sekitarnya memang sudah terbiasa dengan bunyi sirine ini diwaktu masuk waktu maghrib. Sebab selama ramadan, sirine kuno peninggalan Belanda yang masih berdiri kokoh di utara Masjid Agung Baitunnur atau tepatnya di depan komplek Pendopo Kabupaten ini akan dibunyikan setiap hari.
Warga Blora dan sekitarnya memang sudah terbiasa dengan bunyi sirine ini diwaktu masuk waktu maghrib. Sebab selama ramadan, sirine kuno peninggalan Belanda yang masih berdiri kokoh di utara Masjid Agung Baitunnur atau tepatnya di depan komplek Pendopo Kabupaten ini akan dibunyikan setiap hari.
Sirine itu dibunyikan sehari dua kali
pada saat memasuki waktu imsak dan saat waktu buka puasa atau
memasuki waktu maghrib di Blora.
“Bunyinya cukup keras dan sampai terdengar dari rumah saya,” ujar Ahmad Nur, salah satu warga Desa Buluroto, Kecamatan Banjarejo, yang berjarak sekitar 5 km dari pusat Kota Blora.
“Bunyinya cukup keras dan sampai terdengar dari rumah saya,” ujar Ahmad Nur, salah satu warga Desa Buluroto, Kecamatan Banjarejo, yang berjarak sekitar 5 km dari pusat Kota Blora.
Menurutnya, sirine itu akan terdengar
lebih keras ketika suasana hening.
“Saat imsak biasanya terdengar lebih
keras daripada saat maghrib. Pasalnya saat imsak kan belum banyak
aktifitas manusia di luar menggunakan kendaraan sehingga suara sirine
nya lebih jelas,” lanjutnya.
Kasubbag Rumah Tangga Setda Kabupaten Blora, Sukardji yang bertugas merawat sirine tersebut, mengungkapkan bahwa bunyi sirine tersebut seolah mengingatkan bahwa waktu berbuka puasa telah tiba.
Kasubbag Rumah Tangga Setda Kabupaten Blora, Sukardji yang bertugas merawat sirine tersebut, mengungkapkan bahwa bunyi sirine tersebut seolah mengingatkan bahwa waktu berbuka puasa telah tiba.
“Bunyi sirine ini selalu mendahului
suara adzan maghrib dari masjid manapun yang ada di Blora. Sebab
suara sirine yang sering disebut "nguuk" oleh warga Blora
ini dijadikan rujukan semua masjid dan musholla,” ujarnya, kemarin.
Setelah sirine berbunyi, Masjid Agung
Baitunnur seketika langsung mengumandangkan adzan maghrib, dan adzan
maghrib Masjid Agung Baitunnur ini menjadi rujukan bagi masjid-masjid
dan musholla lainnya di Blora untuk segera mengikuti mengumandangkan
adzan.
“Jika Masjid Agung Baitunnur belum
adzan maka masjid yang lain juga belum adzan. Masjid yang lain akan
bersahut-sahutan mengumandangkn adzan ketika Masjid Agung telah
selesai mengumandangkan adzan,” lanjut Sujardji.
Oleh karena itu setiap sore suara sirine itu selalu dirindukan seluruh warga Blora mendekati waktu berbuka. Hal ini menjadi salah satu ciri khas nuansa ramadhan di Kota Blora. Bahkan konon bunyi sirine itu bisa terdengar lebih jauh misalnya sampai Kecamatan Tunjungan dan lainnya. Atau di desa-desa pelosok di wilayah Kecamatan Kota.
Oleh karena itu setiap sore suara sirine itu selalu dirindukan seluruh warga Blora mendekati waktu berbuka. Hal ini menjadi salah satu ciri khas nuansa ramadhan di Kota Blora. Bahkan konon bunyi sirine itu bisa terdengar lebih jauh misalnya sampai Kecamatan Tunjungan dan lainnya. Atau di desa-desa pelosok di wilayah Kecamatan Kota.
Semakin jauh dan sepinya suasana desa
konon suara sirine itu semakin jelas terdengar. Sehingga sirine ini
dirasa efektif untuk menandai saatnya berbuka puasa dan waktu imsak.
Dengan ketinggian sekitar 15 meter, sirine itu memang bisa menjangkau
wilayah yang cukup jauh.
“Sejak tahun 1979 sirine ini sudah
digunakan untuk penanda imsak dan berbuka puasa. Kalau siapa nama
pejabat atau petugas yang pertama kali menggunakannya, kami kurang
tahu. Ini sudah tradisi. Biasanya satu hari sebelum ramadan,
dilakukan percobaan untuk dibunyikan,” terang Sukardji.
Jelang waktu berbuka, biasanya banyak
warga masyarakat yang berkumpul di kawasan Alun-alun untuk
ngabuburit, berburu makanan takjil dan menanti bunyi sirine.
Pada jaman kolonial Belanda dahulu
suara sirine ini digunakan untuk tanda pemberlakuan jam malam.
Setelah sirine berbunyi , semua warga dilarang keluar rumah dan
sebagai tanda bahaya yakni adanya serangan dari penjajah. Sirine
dibunyikan dengan harapan warga berkemas dan para pejuang bersiap
menghadapi musuh. Sehingga kondisi dahulu dengan sekarang sangat
berbeda fungsinya.
Jika dahulu warga sangat tidak berharap sirine tersebut dibunyikan, sebab jika sirine itu dibunyikan maka akan ada bahaya yang datang. Tetapi kini selama ramadhan bunyi sisire itu selalu dinantikan untuk pertanda waktunya berbuka puasa. Selain saat ramadhan, sirine ini juga dibunyikan saat Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi setiap tanggal 17 Agustus di Alun-alun Blora. (res-infoblora)
Jika dahulu warga sangat tidak berharap sirine tersebut dibunyikan, sebab jika sirine itu dibunyikan maka akan ada bahaya yang datang. Tetapi kini selama ramadhan bunyi sisire itu selalu dinantikan untuk pertanda waktunya berbuka puasa. Selain saat ramadhan, sirine ini juga dibunyikan saat Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi setiap tanggal 17 Agustus di Alun-alun Blora. (res-infoblora)
0 komentar:
Posting Komentar