![]() |
Adi Wibowo saat tampil bersama barongan RGS di Magelang bulan April lalu. |
Pria
bertubuh besar yang memimpin paguyuban seni barongan Risang Guntur Seto di
Kelurahan Kunden Blora ini sudah sejak lama menginginkan bahwa kesenian
barongan melekat dengan nama Blora. “Sejak awal saya mendirikan Risang Guntur
Seto di 20 Mei 1999 silam, memang saya memimpikan agar bagaimana caranya
barongan ini menjadi ikon dan identik dengan Blora. Seperti halnya orang
berfikir leak maka tersirat kata Bali, dan saat berfikir reyog maka disitu
melekat Ponorogo,” jelasnya, saat dihubungi info Blora, kemarin.
Berawal
dari keinginan tersebut, ia berusaha membuat penampilan barongan bisa menarik
dan membuat banyak orang suka dengan aksi pertunjukan para pemain barongan. “Pada
awal tahun 90-an memang sudah banyak paguyuban seni barongan di Blora, namun kebanyakan
barongan di Blora saat itu masih berpenampilan seadanya dengan rambut dari tali
rafia dan aksesoris mata dari beling (kaca-red). Pertunjukannya pun masih
terkesan magis dan seram. Unsur hiburannya minim,” kata Adi Wibowo yang akrab
dipanggil Didik ini.
“Pertunjukan
barongan yang terkesan seram dan dekat dengan unsur magis membuat masyarakat
saat itu enggan menanggap seni barongan. Apalagi pertunjukan barongan yang
dikemas diatas panggung pun belum dikenal. Barongan hanya berfungsi sebagai
media tradisi upacara adat seperti halnya bersih desa,” jelasnya.
Berdasarkan
keadaan tersebut, mulailah Adi Wibowo
bersama beberapa seniman barongan melakukan inovasi dan berkreasi. Mulanya memperbaiki
tampilan barongan dengan menggunakan ijuk sebagai rambut kepala barong. Tabuhan
iringan musik yang awalnya hanya “tholek
thogling” dengan nada gamelan “mo-nem
mo-nem” ditambah dengan saron demung, drum, slompret, dan alat musik lain
sehingga lebih rancak.
![]() |
Kegiatan latihan bersama adek-adek penari jaranan di sanggar Risang Guntur Seto Kunden. |
“Dulu
tidak ada yang mau nari jaranan untuk mengiringi pementasan barongan mas, cari
penari cowok saja susah. Apalagi penari cewek untuk memainkan jaranan, susahnya
minta ampun. Karena saat itu barongan terkesan magis dan menakutkan,” beber Adi
Wibowo.
“Namun
saat melihat reyog di Ponorogo saya heran, kenapa gadis gadis cantik disana mau
ikut menari jaranan yang juga menjadi pelengkap pertunjukan dadak merak.
Setelah saya selidiki, ternyata para penari jaranan di Ponorogo kebanyakan
adalah para mahasiswi seni tari dari ISI Solo dan beberapa kampus kesenian,
bahkan ada salah satu diantaranya adalah mahasiswa tari dari Blora. Ia ikut
menari jaranan di Ponorogo,” lanjut Adi.
Dari
situ, Adi mulai berinisiatif menghubungi beberapa mahasiswi seni tari asal
Blora yang telah lebih dahulu membawakan tari jaranan di Ponorogo. “Saya
hubungi mereka mas, agar mereka juga mau ikut mengembangkan seni barongan
Blora. Alhamdulillah para mahasiswi ini mau, dan mulai dari itu tim kami
melatih para penari perempuan untuk memainkan jaranan sebagai pelengkap
kesenian barongan. Sejak itu Risang Guntur Seto mulai tampil dengan jaranan
perempuan. Banyak teman-teman paguyuban lain yang tidak percaya dengan
terobosan kami saat itu,” kata Didik, sapaan akrab Adi Wibowo.
![]() |
Adi Wibowo bersama barongannya dan segenap prestasi yang berhasil diperolehnya selama menekuni kesenian Barongan Blora. |
Makin
menjamurnya para perajin barongan yang disertai semakin banyaknya paguyuban
seni barongan di Kabupaten Blora saat ini pun harus disikapi dengan bijak.
Tidak lain agar kelangsungan paguyuban seni tersebut bisa terus hidup. “Dodolan
barongan kwi angel mas, ora segampang gawene (Menjual barongan itu sulit mas,
tidak semudah membuatnya),” kata Adi Wibowo.
Dalam
arti, mendirikan paguyuban seni barongan di Blora itu tidak sulit. Asal punya
modal yang cukup, semua bisa mendirikan paguyuban barongan. Namun yang sulit
itu menjual barongan, yakni menghidupi paguyuban barongan tersebut agar tetap
laku dan banyak tanggapan dari masyarakat.
“Untuk
itu kita harus tetap belajar, terus berkreasi, berinovasi, berlatih dan
berlatih agar tampilan seni barongan Blora bisa lebih menarik dan menghibur.
Tentunya dengan catatan tidak meninggalkan pakem dasar pertunjukan barongan
Blora,” jelas Adi.
“Apalagi
di luar daerah, belum banyak yang mengenal seni pertunjukan Barongan Blora.
Beda dengan reyog dan wayang yang sudah banyak dikenal. Maka ini lah tugas kita
untuk terus mengenalkan dan mempromosikan seni Barongan Blora ke luar daerah
bahkan nasional hingga internasional. Dengan semakin dikenalnya Barongan Blora,
diharapkan nanti akan lebih banyak yang menghargai dengan menanggapnya.
Sehingga secara tidak langsung, kelangsungan paguyuban seni barongan yang ada
di Blora juga akan lebih baik,” harapnya. (rs-infoblora)
1 komentar:
Geger! Seniman Barongan Tewas Menjelang Pentas
https://goo.gl/j39BXQ
#Blora #Barongan #SeranganJantung
Melihat Blora Lebih Dekat
Posting Komentar