Home » , » Menengok Perjuangan Pocut Meurah Intan, Pahlawan Wanita Aceh yang Dibuang ke Blora

Menengok Perjuangan Pocut Meurah Intan, Pahlawan Wanita Aceh yang Dibuang ke Blora

infoblora.id on 6 Nov 2014 | 11.00

Ilustrasi Pocut Meurah Intan (kiri), dan makamnya di Desa Temurejo Blora (kanan).
Pemerintah Kabupaten Blora mengingatkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati dan menghargai Pahlawannya. Itu sebagai reflekasi atas jasa dan perjuangan serta pengorbanan saat melawan penjajah pada masanya.

Di Blora ada tempat peristirahatan terakhir salah satu pejuang wanita, putri salah seorang bangsawan dari kalangan Kesultanan Aceh, yakni Pocut Meurah Intan. Makamnya tak lepas dari perhatian pemkab sebagai salah satu bukti sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang sangat penting.

Berada di komplek pemakaman Desa Temurejo, sekitar 3 km arah utara Alun-alun Kota Blora, makam sang pahlawan wanita gagah berani itu sering didatangi warga dari dalam dan luar kota untuk ziarah. Bahkan beberapa mahasiswa Aceh yang kuliah di Jawa juga sering ziarah ke makam di utara Kota Blora ini.

“Kami ingin menggugah generasi muda khususnya, agar menauladani, menghargai dan tau posisi makamnya, sebagai ilmu untuk dikaji.Pocut Meurah Intan adalah seorang Ibu yang gagah berani, bersama putranya berjuang melawan Belanda hingga akhirnya beliau dibuang ke Blora dan meninggal,” kata Kepala DPPKKI Blora, Slamet Pamuji SH, di Blora, Kamis (6/11).

Dari berbagai referensi, dalam catatan Belanda, Pocut Meurah Intan termasuk tokoh dari kalangan kesultanan Aceh yang paling anti terhadap Belanda. Hal ini di sebutkan dalam laporan colonial "Kolonial Verslag tahun 1905", bahwa hingga awal tahun 1904, satu-satunya tokoh dari kalangan kesultanan Aceh yang belum menyerah dan tetap bersikap anti terhadap Belanda adalan Pocut Meurah Intan.

Semangat yang teguh anti Belanda itulah yang kemudian diwariskannya pada putera-puteranya sehingga merekapun ikut terlibat dalam kancah peperangan bersama-sama ibunya dan pejuang-pejuang Aceh lainnya.

Suami Pocut Meurah Intan bernama Tuanku Abdul Majid, Putera Tuanku Abbas bin Sultan Alaidin Jauhar Alam Syah. Tuanku Abdul Majid adalah salah seorang anggota keluarga Sultan Aceh yang pada mulanya tidak mau berdamai dengan Belanda. Karena keteguhan pendiriannya dalam menentang Belanda, ia disebut oleh beberapa penulis Belanda sebagai perompak laut, pengganggu keamanan bagi kapal-kapal yang lewat di perairan wilayahnya, sebutan ini berkaitan dengan profesi Tuanku Abdul Majid sebagai pejabat kesultanan yang ditugaskan untuk mengutip bea cukai di pelabuhan Kuala Batee.

Dari perkawinan dengan Tuanku Abdul Majid, Pocut Meurah Intan memperoleh tiga orang putera, yaitu
1. Tuanku Muhammad yang biasa dipanggil dengan nama Tuanku Muharnmad Batee,
2. Tuanku Budiman, dan
3. Tuanku Nurdin.

Setelah berpisah dengan suaminya yang telah menyerah kepada Belanda, Pocut Meurah Intan mengajak putera-puteranya untuk tetap berperang. Ketika pasukan Marsose menjelajahi wilayah XII mukim Pidie dan sekitarnya, dalam rangka pengejaran dan pelacakan terhadap para pejuang, Pocut Meurah Intan terpaksa melakukan perlawanan secara bergerilya.

Dua di antara ketiga orang puteranya, Tuanku Muhammad Batee dan Tuanku Nurdin, menjadi terkenal sebagai pemimpin utama dalam berbagai gerakan perlawanan terhadap Belanda. Mereka menjadi bagian dari orang-orang buronan dalam catatan pasukan Marsose.

Mahasiswa Aceh ziarah ke Makam Pocut Meurah Intan di Blora.
Tertangkapnya Pocut Meurah Intan
Peningkatan intensitas patroli Belanda juga menyebabkan tertangkapnya Pocut Meurah Intan dan kedua puteranya oleh pasukan Marsose yang bermarkas di Padang Tiji. Namun, sebelum tertangkap ia masih sempat melakukan perlawanan yang amat mengagumkan pihak Belanda. la mengalami luka parah, dua tetakan di kepala, dua di bahu, satu urat keningnya putus, terbaring di tanah penuh dengan darah dan lumpur laksana setumpuk daging yang dicincang-cincang.

Pada luka-lukanya itu disapukan setumpuk kotoran sapi, keadaannya lemah akibat banyak kehilangan darah dan tubuhnya menggigil, ia mengerang kesakitan, luka-lukanya telah berulat. Mulanya ia menolak untuk dirawat oleh pihak Belanda, akhirnya ia menerima juga bantuan itu. Penyembuhannya berjalan lama, ia menjadi pincang selama hidupnya.

Dimasukkan ke dalam penjara
Pocut Meurah Intan sembuh dari sakitnya; bersama seorang puteranya, Tuanku Budiman, ia dimasukkan ke dalam penjara di Kutaraja. Sementara itu, Tuanku Nurdin, tetap melanjutkan perlawanan dan menjadi pemimpin para pejuang Aceh di kawasan Laweueng dan Kalee.

Pada tanggal 18 Februari 1905, Belanda berhasil menangkap Tuanku Nurdin di tempat persembunyiannya di Desa Lhok Kaju, yang sebelumnya Belanda telah menangkap isteri dari Tuanku Nurdin pada bulan Desember 1904, dengan harapan agar suami mau menyerah. Tuanku Nurdin tidak melakukan hal tersebut.

Setelah Tuanku Nurdin di tahan bersama ibunya, Pocut Meurah Intan dan saudaranya Tuanku Budiman dan juga seorang keluarga sultan yang bernama Tuanku Ibrahim di buang ke Blora di Pulau Jawa. Berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda, tanggal 6 Mei 1905, No. 24. Pocut Meurah Intan berpulang ke-rakhmatullah pada tanggal 19 September 1937 di Blora, Jawa Tengah dan dimakamkan di kawasan Desa Temurejo Kecamatan Blora. (DPPKKI Blora | berbagai sumber sejarah).
Share this article :

0 komentar:


 
Copyright © 2013. infoblora.id - All Rights Reserved