![]() |
Moch Djumali, Kajari Blora |
BLORA. Dua tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan pengadaan tanah untuk pembangunan kantor Pengadilan Agama (PA) akan dipanggil oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Blora.
Mereka adalah mantan pejabat PA Blora. Kepala Kejari Blora, Moch Djumali mengatakan bahwa surat panggilan sudah dikirim kepada pimpinan mereka berdua, sebab saat ini kedua orang itu yakni Mukhidin dan Riyanto sudah tidak bertugas di Blora lagi.
"Keduanya kami panggil sebagai saksi untuk tersangka Sumadi yang pada saat itu menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)," ungkapnya.
Sumadi sendiri, lanjut Djumali juga sudah pindah tugas di PA Sragen, sedangkan Mukhidin sekarang di Kantor PA Jateng, sementara Riyanto di PA Purwodadi.
Pemeriksaan terhadap tersangka Sumadi ini dilakukan agar penyelesaian kasus itu bisa segera rampung, dan memang menjadi salah satu prioritas Kejari tahun ini, pasalnya sudah lama kasus tersebut belum rampung-rampung.
Sebenarnya baik Mukhidin dan Riyanto sudah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi belum pernah diperiksa sebagai tersangka karena terganjal izin pemeriksaan dari MA. "Izin pemeriksaan dari MA sebagai tersangka masih kita tunggu. Kali ini kita periksa sebagai saksi dulu," ungkapnya.
Pemanggilan dua pejabat itu akan terpisah dan tidak bersamaan. Sesuai surat panggilan yang sudah dikirim, Riyanto harus datang ke Kajari Blora pada tanggal 14 Mei besok. Dia harus men ghadap Kasi Tindak Pidana Umum (Pidum) Doyo. Sedangkan Mukhidin diharuskan datang pada 19 Mei dan harus menghadap Kasi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Dian Yuli Prasetyo.
Kedua jaksa tersebut merupakan tim penyidik pada kasus yang sesuai hasil audit Badan Pengawasa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jateng merugikan keuangan negara Rp 1,3 miliar tersebut.
Sebagai informasi, kasus tanah PA dilaporkan ke Kejari pada Oktober 2008, saat itu Kejari langsung mengkaji laporan tersebut dan selanjutnya menyelidiki pengadaan tanah seluas sekitar 5000 meter persegi di Desa Seso Kecamatan Jepon yang harganya ditaksir terlalu mahal. Karena itu persoalan dibawa ke ranah hukum.
Tanah tersebut dibeli PA dengan harga Rp 470 ribu per meter persegi. Padahal tanah lain yang lokasinya bersebelahan dengan tanah yang dibeli tersebut harganya hanya Rp 250 ribu per meter persegi.
Akibatnya diduga ada permainan antara pemilik tanah dan panitia pengadaan dalam jual beli tersebut. Sesuai audit BPKP Jateng ditemukan kerugian keuangan negara sekitar Rp 1,356 miliar. (rs-infoblora | sugie-suaramerdeka)
0 komentar:
Posting Komentar