![]() |
Ilustrasi kekeringan yang mulai melanda sebagian wilayah di Kecamatan Jati |
BLORA. Meski masih April, Kecamatan Jati mulai
kelangkaan air bersih. Sebab intensitas hujan di kecamatan ujung selatan
Kabupaten Blora dua bulan terakhir mulai jarang. Akibatnya, warga di
beberapa desa kesulitan mendapatkan air bersih untuk mandi, memasak dan
memberikan minum ternak sapi mereka.
Hal tersebut disampaikan warga Desa Jati, Kecamatan Jati, Gito, 30,
kemarin. Menurutnya, susahnya mencari air bersih karena hutan gundul dan
sumber mata air habis. ”Tiap mau mandi dan berwudlu susah,” ucapnya.
Sesuai data yang ada di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang tergolong rawan bencana
kekeringan. Bencana tersebut biasanya menimpa saat musim kemarau tiba.
Tepatnya yakni pada kisaran Juli, Agustus dan puncaknya awal September.
Kepala Bidang Penanggulangan Bencana Ignatius Ary Soesanto
menyampaikan, daerah yang paling rawan kekeringan di Kabupaten Blora ada di 80 desa
di delapan kecamatan. Desa-desa tersebut adalah desa yang letaknya
secara geografis berada di dataran rendah dan sedang jika diukur dari
Perbukitan Kendeng yang mengelilingi wilayah administrasi Kabupaten
Blora.
”Untuk Kecamatan Jati kita siap untuk mengedropnya. Saat ini di
Kecamatan Jati yang masuk tergolong sulit air yakni Desa Doplang,
Singget, Jati, Gabusan, Randulawang dan Desa Pengkoljagong. Kita segera
droping air bersih ke sana,” tuturnya.
Di Kecamatan Ngawen sendiri, terdapat 11 desa yang terancam
kekeringan. Wilayah tersebut antara lain Desa Wantilgung, Bogowanti,
Gondang, Sendangagung, Semawur, Talokwohmojo, Karangtengah, Bandungrojo,
Plumbon, Gedebeg dan Desa Sambonganyar.
”Hanya kita terkendala regulasi untuk menangani bencana alam. Yakni
terkait dengan pembentukan Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) yang
masih ngendon di DPRD. Kini anggaran kita hanya dari APBD dan tergolong sangat
kurang,” tuturnya. (rs-infoblora | yud)
0 komentar:
Posting Komentar